Jakarta, CNN Indonesia -- Penggunaan jasa
kapal asing menjadi salah satu penyumbang defisit neraca
transaksi berjalan. Sebab, belum banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki kapal skala menengah besar yang bisa mengirim barang antar negara.
"Intinya kan Indonesia melakukan
ekspor, tapi ekspornya dengan kapal asing. Jadi dapat devisa, tapi menggunakan kapal asing," ucap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro, Rabu (14/11).
Dengan kata lain, kegiatan ekspor memang berhasil mendatangkan devisa untuk negara. Namun, penggunaan kapal asing membuat sebagian devisa berbalik kembali ke luar negeri, karena pengekspor harus membayar jasa kapal asing tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi Indonesia masih bergantung pada kapal perusahaan asing yang memang perusahaan itu sudah lama sekali menguasai bidang tersebut," jelas Bambang.
Diketahui, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan per kuartal III 2018 melebar menjadi US$8,8 miliar atau setara dengan 3,37 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, pada kuartal sebelumnya hanya US$8 miliar atau 3,02 persen terhadap PDB.
Realisasi tersebut membuat neraca pembayaran Indonesia per kuartal III 2018 membengkak menjadi US$4,4 miliar. Padahal, pada kuartal II 2018 masih di posisi US$4,3 miliar.
Melihat realita ini, Bambang menyarankan agar perusahaan kapal di Indonesia memperkuat jasa transportasinya dengan menciptakan rute langsung dari Indonesia ke beberapa negara tujuan ekspor. Dengan demikian, eksportir tak perlu lagi menyewa kapal asing.
"Rute langsung ke pelabuhan tujuan dia Asia Timur, Eropa, maupun Amerika Serikat (AS). Artinya pelabuhan harus ditingkatkan terus," tutur Bambang.
Di sisi lain, ekspor sektor kelautan dan perikanan bisa memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan pada periode selanjutnya. Hal ini khususnya untuk produk pengolahan makanan dan minuman (mamin) kelautan dan perikanan.
"Salah satu ekspor terbesar kan pengolahan makanan dan minuman,
nah yang bisa dilakukan tingkatkan makanan minuman kelautan dan perikanan. Jadi keunggulan ekspor lebih besar lagi nanti," ucap Bambang.
Bambang menyebut ekspor barang jadi di sektor kelautan dan perikanan lebih baik karena memiliki nilai tambah, sehingga harganya lebih tinggi dibandingkan ekspor produk mentah. Selain itu, ekspor udang yang kini meredup juga bisa ditingkatkan kembali untuk membantu memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan.
"Dulu kan ekspor udang terbesar tapi sekarang sudah tidak. Jadi selain produk baru berupa rumput laut, bisa juga komoditas dulu yang unggul sekarang redup," ujar Bambang.
Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah ekspor hasil perikanan sepanjang semester I 2018 meningkat 12,88 persen menjadi US$2,2 miliar. Sedangkan pada semester I 2017, jumlah ekspor tercatat US$2 miliar.
(aud/lav)