Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution melihat nilai tukar
rupiah saat ini masih terlalu murah, meski sudah menguat dari kisaran Rp15.200 per
dolar AS menjadi Rp14.500 per dolar AS dalam sebulan terakhir.
Ia menyebut terlalu murah karena rupiah saat ini masih memiliki ruang untuk terus menguat. Ruang muncul dari respons positif yang diberikan pasar terhadap kenaikan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ke level 6 persen beberapa waktu lalu.
"Saat ini rupiah sudah terlalu murah, meski sudah menguat lumayan," ucap Darmin di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (28/11).
Darmin yakin kenaikan bunga acuan bank sentral nasional yang terakhir tersebut akan membuat keran aliran modal asing masuk ke Indonesia (
capital inflow) deras dan menopang pergerakan rupiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itulah ketika modal asing masih terus masuk ke Tanah Air, pemerintah dan BI akan memanfaatkan momentum tersebut untuk menguatkan rupiah. "Kami masih melihat ada ruang sedikit, jadi kami harus memanfaatkan ruang itu," katanya.
Meski begitu, Darmin masih enggan memberi proyeksi berapa level fundamental kurs rupiah ke depan sekalipun masih punya ruang untuk menguat. "Ada yang bilang Rp14.100-14.200 per dolar AS, tapi ada yang bilang bisa Rp13.800 per dolar AS," katanya.
Darmin mengatakan pemanfaatan momentum tersebut itu sejatinya sudah dilakukan pemerintah dengan kembali mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang berisikan perluasan libur pajak (
tax holiday), perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI), dan perubahan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE).
"Makanya ketika BI menaikkan suku bunga, itu saya bilang bagus dan kami mau menambahkan dengan paket kebijakan. Sayangnya, rada ramai ya (respons pasar)," tuturnya.
 (Dok. Kemenko Perekonomian) |
Sebagai informasi, saat ini, rupiah berada di posisi Rp14.534 per dolar AS di pasar spot. Sementara kurs referensi BI, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.535 per dolar AS pada hari ini.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo juga melihat rupiah masih belum kembali ke nilai fundamentalnya. Padahal, bank sentral nasional sudah melakukan intervensi di pasar uang dan surat utang. Begitu pula dengan kebijakan moneter berupa kenaikan bunga acuan.
"Nilai tukar alhamdulillah menguat, tapi kami masih memandang level rupiah sekarang ini masih undervalue (di bawah fundamental)," ujarnya, kemarin.
Justru Melemah
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai rupiah dalam waktu dekat ini berpotensi kembali melemah dalam jangka pendek. Bahkan, ia memperkirakan rupiah bakal kembali ke kisaran Rp15 ribu per dolar AS pada tahun depan.
"Apakah rupiah akan menguat lagi? Jawabannya tidak. Toh, DPR dan pemerintah juga sudah menyepakati rupiah di Rp15 ribu per dolar AS pada tahun depan, kalau kami bilang Rp15.050 per dolar AS," ungkapnya.
Faisal mengatakan rupiah ke depan masih akan dibayangi masalah defisit transaksi berjalan (
Current Account Deficit/CAD) yang terlanjur membengkak ke kisaran 3,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III 2018.
Ia bilang, meski pemerintah sudah mengeluarkan berbagai jurus untuk menekan defisit transaksi berjalan, namun dampaknya masih minim terlihat. Sebab, ketergantungan impor masih akan tetap tinggi. Untuk itu, defisit transaksi berjalan masih akan bengkak sampai tahun depan, meski pemerintah dan BI menargetkan bisa turun ke kisaran 2,5 persen dari PDB.
"Kalau defisit transaksi berjalan membaik, rupiah bisa membaik. Tapi sejarahnya, ketika transaksi berjalan surplus pun, rupiah naik turun, apalagi kalau masih defisit, ya akan tetap melemah," pungkasnya.
(uli/agt)