Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak mentah dunia melonjak hampir empat persen pada perdagangan Senin (3/12), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi setelah
AS dan
China sepakat untuk berdamai selama 90 hari terkait sengketa dagang antara keduanya.
Selain itu, penguatan juga terjadi akibat perintah pemangkasan produksi minyak oleh pemerintah provinsi Alberta, Kanada serta rencana OPEC untuk melakukan langkah yang sama.
Dilansir dari
Reuters, Selasa (4/12), harga minyak mentah Brent naik US$2,23 atau 3,75 persen menjadi US$61,69 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$2,02 atau 3,97 persen menjadi US$52,95 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di awal sesi perdagangan, kedua harga acuan sempat menguat lebih dari lima persen.
Dalam pertemuan G20 pada akhir pekan lalu, China dan AS menyepakati untuk tidak mengenakan tarif impor tambahan selama setidaknya 90 hari. Periode tersebut akan digunakan kedua negara untuk membahas solusi dari sengketa dagang antara keduanya.
Perang dagang antara dua perekonomian terbesar dunia telah menekan perdagangan global dan memicu kekhawatiran akan terjadinya perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.
Minyak mentah tidak termasuk dalam daftar yang dikenakan tarif impor. Namun, pelaku pasar menilai sentimen positif yang terjadi turut mendukung pasar minyak.
"Sinyal awal pemulihan hubungan dagangan China-AS telah menberikan dorongan kepada harga minyak pada perdagangan hari ini. Kendati demikian, apakah momentum ini akan bertahan tergantung pada hasil nyata dari negosiasi," ujar Analis Energi Senior Interfax Energy Abhishek Kumar di London.
Harga minyak juga mendapatkan topangan dari pengumuman pemerintah Alberta, Kanada bahwa provinsi Kanada Bagian Barat bakal mendorong produsen minyak untuk memangkas produksi sebesar 8,7 persen atau 325 ribu barel per hari (bph)). Hal ini dilakukan untuk mengatasi menumpuknya persediaan minyak mentah di lokasi penyimpanan akibat gangguan pipa.
Kepastian terkait kebijakan pemangkasan produksi juga akan diambil OPEC dalam pertemuan Kamis (6/12) ini. OPEC, bersama dengan sekutunya Rusia, diperkirakan bakal mengumumkan rencana pemangkasan produksi untuk mengatasi masalah membanjirnya pasokan yang telah menyeret harga minyak. Sebagai catatan, harga minyak mentah dunia telah tergerus sekitar 30 persen sejak menyentuh level tertingginya pada Oktober lalu.
"Kami rasa penurunan sekitar 1,1 juta hingga 1,2 juta bph akan diperlukan jika harga rendah terkini diikutsertakan," ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya.
Salah satu anggota OPEC Qatar akan keluar dari OPEC pada Januari mendatang. Produksi minyak Qatar hanya sekitar 600 ribu bph. Namun, Qatar merupakan eksprotir gas alam cair (LNG) terbesar di dunia.
Gubernur Iran untuk OPEC Hossein Kazempour Ardebili mengatakan kepada Reuters bahwa keputusan Qatar keluar dari OPEC menunjukkan kejengkelan produsen minyak kecil terhadap dominansi panel yang dipimpin Arab Saudi-Rusia. Ardebili menilai pemangkasan produksi seharusnya hanya dilakukan oleh negara yang telah mengerek produksinya.
Di luar OPEC, Kementerian Energi Rusia mencatat produksi minyak mentah Rusia mencapai 11,37 juta bph pada November lalu atau turun dari rekor Oktober yang menyentuh level 11,41 juta bph.
Pada Sabtu (1/12) lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan ia belum memiliki angka yang konkrit terkait rencana pemangkasan produksi. Kendati demikian, Rusia akan terus berkontribusi terhadap upaya menurunkan produksi minyak global.
Sementara itu, produsen minyak AS terus mencetak rekor produksi dengan mencapai level 11,5 juta bph.
(sfr/agi)