
OJK Masih Tunggu Data Korban Kredit Fintech dari LBH Jakarta
CNN Indonesia | Jumat, 14/12/2018 15:52 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu rincian data pengaduan korban pinjaman dana teknologi finansial (fintech) dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Padahal data itu penting sebagai bahan untuk ditindaklanjuti.
"Mohon beri data yang selengkap-lengkapnya kepada OJK supaya kami bisa mengambil tindakan yang tegas dan bisa membangun industri fintech P2P lending yang sehat, kuat, dan bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan tidak menyakiti," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendarikus Pasagi usai bertemu dengan perwakilan LBH Jakarta di Gedung Wisma Mulia 2, Jumat (14/12).
Jumat (14/12) hari ini, OJK telah bertemu dengan perwakilan LBH Jakarta. Pertemuan tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti pengaduan yang diterima LBH Jakarta dari 1.330 korban pinjaman fintech selama periode 4 hingga 25 November 2018.
"Kami ingin mendengar lebih dekat karena tujuan kami adalah melindungi konsumen. Konsumen di sini adalah peminjam, pemberi pinjaman, dan penyelenggara," ujarnya.
Dari 89 penyelenggara fintech P2P lending yang diduga melakukan pelanggaran proses penagihan utang, sebanyak 25 penyelenggara telah terdaftar di OJK. Namun, OJK tak menerima data rinci dan hanya memperoleh inisial dari 25 penyelenggara tersebut.
Dalam menindaklanjuti pengaduan, OJK harus melakukan verifikasi bukti terkait pengaduan yang dilaporkan korban. Salah satunya, bukti melakukan pinjaman dan bukti terjadi penagihan yang di luar etika.
"Begitu kami memiliki data lengkap, kami tidak ada keraguan untuk melakukan investigasi yang mendalam dan melakukan pencabutan tanda daftar apabila ada bukti yang secara sah dan meyakinkan," ujarnya.
Hendrikus menilai kegiatan fintech bisa saja ditunggangi oleh penyelenggara yang tidak bertanggung jawab sehingga merugikan konsumen. Untuk itu, OJK menerima masukan dari setiap organisasi masyarakat yang berkepentingan dalam rangka membangun industri fintech P2P lending yang lebih sehat.
"Prinsipnya adalah siapa yang bersalah harus mendapat tindakan yang tegas. Kalau ada fintech lending P2P yang memang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran, kami tidak ada keraguan untuk mencabut tanda terdaftarnya," ujarnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko juga menuntut LBH Jakarta membuka datanya secara terperinci agar asosiasi bisa membantu mencarikan jalan keluar bagi para korban.
"Saya sudah menunggu sejak LBH Jakarta berbicara ke media, satu bulan yang lalu, tetapi sampai hari ini tidak ada satu pun daftar yang disampaikan kepada kami," ujarnya.
Menurut Sunu, jika LBH Jakarta membagikan data pengaduan yang diterima, asosiasi bisa mendapatkan masukan untuk melakukan perbaikan dalam mengatur anggota yang terdaftar di OJK.
"Ini memberikan panggung kepada pihak-pihak tertentu untuk menjelek-jelekkan industri fintech yang secara de facto potensi pertumbuhannya baik, manfaat kepada masyarakat baik," ujarnya.
Di tempat yang sama, Pengacara Publik Yenny Silvia Sari Sirait selaku perwakilan LBH Jakarta mengungkapkan pihaknya belum bisa membagikan rincian data pengaduan korban. Pasalnya, LBH Jakarta harus meminta izin kepada korban mengingat pada formulir pengaduan pinjaman online LBH Jakarta menjanjikan data korban akan dirahasiakan.
"Kalau tidak (izin), sama seperti yang sudah dilakukan aplikasi pinjaman online yang menyebarkan data pribadi, kami pun bisa saja berpotensi melakukan penyebaran data pribadi," ujarnya.'
Yenny mengungkapkan para korban yang mengadu sebenarnya pernahmengadu kepada OJK. Namun, korban tidak mendapatkan penyelesaian.
"Perlu diketahui, yang menjawab pengaduan teman-teman korban adalah mesin penjawab. Itu yang pertama. Bahkan, kami punya bukti bahwa pengaduan yang diajukan oleh korban itu ditolak oleh OJK," ujarnya.
Lebih lanjut, Yenny menuntut perbaikan sistem dan mekanisme fintech P2P lending yang lebih baik. Jika tidak, korban layanan pinjam meminjam fintech akan semakin banyak seiring perkembangan industri. (sfr/lav)
"Mohon beri data yang selengkap-lengkapnya kepada OJK supaya kami bisa mengambil tindakan yang tegas dan bisa membangun industri fintech P2P lending yang sehat, kuat, dan bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan tidak menyakiti," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendarikus Pasagi usai bertemu dengan perwakilan LBH Jakarta di Gedung Wisma Mulia 2, Jumat (14/12).
Jumat (14/12) hari ini, OJK telah bertemu dengan perwakilan LBH Jakarta. Pertemuan tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti pengaduan yang diterima LBH Jakarta dari 1.330 korban pinjaman fintech selama periode 4 hingga 25 November 2018.
"Kami ingin mendengar lebih dekat karena tujuan kami adalah melindungi konsumen. Konsumen di sini adalah peminjam, pemberi pinjaman, dan penyelenggara," ujarnya.
Dari 89 penyelenggara fintech P2P lending yang diduga melakukan pelanggaran proses penagihan utang, sebanyak 25 penyelenggara telah terdaftar di OJK. Namun, OJK tak menerima data rinci dan hanya memperoleh inisial dari 25 penyelenggara tersebut.
Dalam menindaklanjuti pengaduan, OJK harus melakukan verifikasi bukti terkait pengaduan yang dilaporkan korban. Salah satunya, bukti melakukan pinjaman dan bukti terjadi penagihan yang di luar etika.
"Begitu kami memiliki data lengkap, kami tidak ada keraguan untuk melakukan investigasi yang mendalam dan melakukan pencabutan tanda daftar apabila ada bukti yang secara sah dan meyakinkan," ujarnya.
Hendrikus menilai kegiatan fintech bisa saja ditunggangi oleh penyelenggara yang tidak bertanggung jawab sehingga merugikan konsumen. Untuk itu, OJK menerima masukan dari setiap organisasi masyarakat yang berkepentingan dalam rangka membangun industri fintech P2P lending yang lebih sehat.
"Prinsipnya adalah siapa yang bersalah harus mendapat tindakan yang tegas. Kalau ada fintech lending P2P yang memang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran, kami tidak ada keraguan untuk mencabut tanda terdaftarnya," ujarnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko juga menuntut LBH Jakarta membuka datanya secara terperinci agar asosiasi bisa membantu mencarikan jalan keluar bagi para korban.
"Saya sudah menunggu sejak LBH Jakarta berbicara ke media, satu bulan yang lalu, tetapi sampai hari ini tidak ada satu pun daftar yang disampaikan kepada kami," ujarnya.
Menurut Sunu, jika LBH Jakarta membagikan data pengaduan yang diterima, asosiasi bisa mendapatkan masukan untuk melakukan perbaikan dalam mengatur anggota yang terdaftar di OJK.
"Ini memberikan panggung kepada pihak-pihak tertentu untuk menjelek-jelekkan industri fintech yang secara de facto potensi pertumbuhannya baik, manfaat kepada masyarakat baik," ujarnya.
Di tempat yang sama, Pengacara Publik Yenny Silvia Sari Sirait selaku perwakilan LBH Jakarta mengungkapkan pihaknya belum bisa membagikan rincian data pengaduan korban. Pasalnya, LBH Jakarta harus meminta izin kepada korban mengingat pada formulir pengaduan pinjaman online LBH Jakarta menjanjikan data korban akan dirahasiakan.
"Kalau tidak (izin), sama seperti yang sudah dilakukan aplikasi pinjaman online yang menyebarkan data pribadi, kami pun bisa saja berpotensi melakukan penyebaran data pribadi," ujarnya.'
Yenny mengungkapkan para korban yang mengadu sebenarnya pernahmengadu kepada OJK. Namun, korban tidak mendapatkan penyelesaian.
"Perlu diketahui, yang menjawab pengaduan teman-teman korban adalah mesin penjawab. Itu yang pertama. Bahkan, kami punya bukti bahwa pengaduan yang diajukan oleh korban itu ditolak oleh OJK," ujarnya.
Lebih lanjut, Yenny menuntut perbaikan sistem dan mekanisme fintech P2P lending yang lebih baik. Jika tidak, korban layanan pinjam meminjam fintech akan semakin banyak seiring perkembangan industri. (sfr/lav)
ARTIKEL TERKAIT

OJK Imbau Nasabah Fintech Lapor Polisi Jika Diintimidasi
Ekonomi 1 tahun yang lalu
OJK Minta Bank Blokir Rekening Fintech Ilegal
Ekonomi 1 tahun yang lalu
OJK Tutup Lapak 404 Fintech Ilegal, Kebanyakan dari China
Ekonomi 1 tahun yang lalu
Debt Collector Fintech Bakal Disertifikasi
Ekonomi 1 tahun yang lalu
Kredit Ultra Mikro Bisa Cair Jadi Saldo Go-Pay dan TCash
Ekonomi 1 tahun yang lalu
OJK soal Ancaman Tuntutan LBH: Apakah Kami Bisa Dituntut?
Ekonomi 1 tahun yang lalu
BACA JUGA

Cerita Kredivo Bangun Usaha di Tengah Stigma Negatif Fintech
Teknologi • 09 December 2019 10:16
Ovo Yakin Indonesia Bisa Tiru Kisah Sukses Fintech China
Teknologi • 29 November 2019 09:22
Satpam OJK Bunuh Diri Diduga Terlilit Utang Rp22 Juta
Nasional • 28 November 2019 13:58
Satpam Tewas Diduga Bunuh Diri di Kantor OJK
Nasional • 28 November 2019 12:11
TERPOPULER

Jasa Marga Jelaskan 'Jalan Bergelombang' Tol Layang Japek II
Ekonomi • 13 jam yang lalu
Tarif Tol Jagorawi Naik Jadi Rp7.000 per 19 Desember
Ekonomi 9 jam yang lalu
BPH Migas: Digitalisasi Nozzle Efektif Awasi BBM Bersubsidi
Ekonomi 11 jam yang lalu