Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah memungut
cukai plastik pada tahun depan sepertinya tak semulus yang dibayangkan. Begitu pun dengan potensi penerimaan
cukai plastik sebesar Rp500 miliar yang kadung masuk dalam APBN 2019.
Memang, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengakui kebijakan cukai plasti tak mudah untuk dirumuskan dan disepakati. Harap maklum, belum semua kalangan satu suara, termasuk bagian dari pemerintah itu sendiri, yaitu Kementerian Perindustrian.
Kalau pun sudah satu suara, lanjut dia, pemerintah masih perlu mengeluarkan landasan hukumnya. "Kami tunggu dulu Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)," ujarnya, di Kemenko Perekonomian, Selasa (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang pasti, Susiwijono memastikan, pemerintah berteguh untuk menerapkan kebijakan cukai plastik pada tahun depan. Alasannya, sampah plastik menjadi biang kerok utama pencemaran lingkungan.
Menurut data yang dikantonginya, setidaknya ada 9,8 miliar lembar sampah plastik per tahun. Dari jumlah itu, hanya sekitar 5 persen yang bisa didaur ulang.
Sementara, 50 persen di antaranya hanya berserakan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal, penguraian sampah plastik membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun.
"Makanya, perlu untuk tidak menyediakan kantong plastik lagi di supermarket. Tidak gratis lagi dan menyediakan kantong plastik berbayar yang lebih ramah lingkungan atawa hasil daur ulang. Ini semangat untuk mengurangi kantong plastik," terang dia.
Alasan lain, ia bilang pemerintah bisa menjadikan cukai sebagai tameng mengendalikan barang-barang yang harus dikurangi penggunaannya karena dampak negatifnya. "Dengan alasan ini, tampak lumayan tepat untuk mengenakan cukai untuk produk plastik," imbuhnya.
Tak hanya pada plastik, ke depan pemeintah juga berencana mengenakan cukai untuk barang-barang lain yang dianggap memberi dampak negatif. Misalnya minuman bersoda dan pemanis karena rentan menimbulkan obesitas. "Saat ini, sedang dibahas bersama Kementerian Kesehatan," tutur dia.
Menurut dia, berbagai pungutan cukai di masa mendatang tak semata-mata demi mengisi kantong penerimaan. Hal ini tercermin dari potensi penerimaan dari cukai plastik yang hanya dipatok sebesar Rp500 miliar. Target itu hanya 0,3 persen dari target penerimaan cukai tahun depan yang sebesar Rp165,5 triliun.
"Artinya, pemerintah menyadari ada aspek yang harus dijaga perimbangannya, karena industri plastik berkaitan dari hulu ke hilir, terutama lapangan kerja. Jadi, kami targetkan penerimaan ini tidak jadi beban dan kami tidak hanya bicara sisi penerimaan saja," kata Susiwijono.
(bir)