Jakarta, CNN Indonesia --
Federal Reserve akhirnya kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basispoin, meski Presiden
Amerika Serikat (AS) Donald Trump berulang kali memperingatkan bank sentral Negeri Paman Sam tersebut untuk menghentikan pengetatan moneter.
Rabu (19/12) waktu AS, The Fed menaikkan suku bunga pinjaman utama menjadi kisaran 2,25 persen-2,50 persen. Pasar keuangan bergejolak selama beberapa pekan terakhir, keputusan itu juga membuat pasar saham AS dan imbal hasil obligasi seketika bereaksi dan anjlok.
Dengan sinyal The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuan secara bertahap dan tanpa jeda dari pemangkasan portofolio obligasi besar-besaran, pelaku pasar khawatir bahwa pembuat kebijakan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin mereka telah melakukan kesalahan kebijakan. Kami berada di posisi yang berpendapat bahwa mereka (The Fed) telah menaikkan suku bunga acuan terlalu banyak," kata Fritz Folts, Kepala Strategi Investasi di 3Edge Asset Management seperti dikutip dari
Reuters.
Suku bunga berjangka menunjukkan pelaku pasar saat ini bertaruh the Fed tidak akan menaikkan suku bunga sama sekali tahun depan.
Seperti dikutip
Reuters, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral akan terus memangkas neraca keuangannya sebesar US$50 miliar setiap bulan. Dalam kondisi data ekonomi yang kuat, Bank sentral juga akan terus membuka kemungkinan untuk menaikkan suku bunga acuan hingga ke titik puncak.
Powell memastikan pihaknya tidak tunduk dan melunak demi pertumbuhan ekonomi global, menjalankan kondisi keuangan yang lebih ketat, dan memperkirakan ekonomi AS akan melambat tahun depan. Inflasi AS diperkirakan tetap berada di bawah target 2 persen tahun depan.
Perkiraan ekonomi terbaru menunjukkan pejabat bank sentral melihat kemungkinan kenaikan suku bunga sebanyak dua kali tahun depan, lebih sedikit dibanding level kenaikan sepanjang 2018.
Kendati demikian, Powell menyampaikan ekonomi AS terus berkinerja baik dan tidak lagi membutuhkan dukungan The Fed, baik melalui suku bunga yang lebih rendah, maupun mempertahankan neraca besar-besaran.
"Kebijakan tidak perlu akomodatif," katanya.
Dalam pernyataannya, the Fed memaparkan risiko terhadap ekonomi kurang seimbang, tetapi pihaknya akan terus memantau perkembangan ekonomi dan keuangan global serta menilai implikasinya terhadap prospek ekonomi.
(reuters/lav)