Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) mengklaim kondisi
utang luar negeri (ULN) Indonesia masih aman karena mayoritas pinjaman atau sebanyak 84,8 persen bersifat jangka panjang.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Aida Budiman mengatakan sebagian besar ULN Indonesia memiliki jangka waktu di atas satu tahun. Utang itu terdiri atas utang pihak swasta dan pemerintah.
Jika utang luar negeri bertenor panjang, beban yang dimiliki perusahaan atau pemerintah tak menumpuk dalam satu waktu sehingga bisa dikelola lebih leluasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Utang luar negeri jangka panjang nominal sekitar US$300 miliar, swasta dan publik," ujar Aida, Kamis (24/1).
Diketahui, ULN per November 2018 tercatat sebesar US$372,9 miliar. Angka itu lebih tinggi dibanding ULN pada November 2017 yang hanya US$348,32 miliar.
Bila dirinci, ULN sampai November tahun lalu terdiri dari utang pemerintah sebesar US$180,5 miliar. Sementara itu, utang yang ditarik swasta lebih tinggi, yakni US$189,35 miliar.
"ULN ini masih aman karena kalau dibandingkan dengan luar negeri itu porsi utang jangka pendeknya lebih tinggi," kata Aida
Sebagai contoh, data BI periode kuartal III 2018 menunjukkan porsi ULN jangka pendek Filipina sebesar 16,8 persen, Afrika Selatan 18,5 persen, India 20,4 persen, Turki 25,9 persen, Thailand 41,4 persen, dan Malaysia 45,6 persen.
Dari sisi rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), kata Aida, juga terlihat masih positif. Bila merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang dibatasi maksimal 60 persen terhadap PDB.
"Rasio utang luar negeri Indonesia masih 34 persen terhadap PDB (periode kuartal III 2018)," ucap Aida.
Realisasi itu bisa dibilang setara dengan rasio ULN Brazil. Namun, masih lebih buruk daripada Thailand yang sebesar 28 persen terhadap PDB, kemudian Filipina 22 persen terhadap PDB, dan Afrika Selatan sebesar 11 persen terhadap PDB.
(aud/lav)