Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perusahaan pembiayaan (
multifinance) menerapkan sistem pendaftaran aset agunan atau registrasi aset. Upaya ini dilakukan untuk mencegah praktik menyimpang, seperti side streaming atawa menjaminkan satu aset ke beberapa bank selaku sumber pendanaan.
Dengan registrasi aset, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menegaskan multifinance tidak bisa lagi menjaminkan aset yang sama kepada lebih dari satu bank atau penyokong dana.
"Jadi, kalau memang ada kesalah administrasi, bisa cepat diperbaiki. Dan kalau itu faktor kesengajaan, cepat diketahui," ujarnya di Jakarta, Jumat (25/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, registrasi aset akan mencakup data nomor sasis berupa enam digit terakhir dari Nomor Identifikasi Kendaraan (NIK), nomor rangka mesin kendaraan, pelat kendaraan, dan jenis kendaraan.
Saat ini, ada 48 dari total 183 multifinance yang telah menyatakan kesanggupannya mendaftarkan data aset agunan. Data tersebut nantinya dapat diakses oleh industri perbankan untuk digunakan sebagai alat memantau profil multifinance.
Ke depan, lanjutnya, APPI akan bekerja sama dengan pemangku kebijakan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), hingga kepolisian dalam hal pelaporan data.
Sistem pelaporan aset agunan ini sendiri dikelola oleh PT Rapindo, perusahaan wakil dari APPI. Untuk menjalankan fungsinya, APPI berinvestasi hingga Rp2 miliar di Rapindo.
Suwandi mengklaim Rapindo bisa menampung 100 juta data. Saat ini, sudah terhimpun 700 ribu data dari 48 multifinance.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menilai sistem tersebut bisa memitigasi risiko dalam penyaluran pembiayan akibat praktik multi pledge atau side streaming.
"Kalau ternyata sudah dilakukan di tempat lain, bisa dimitigasi dan ditelusuri, dipanggil debiturnya supaya tidak merugikan industri pembiayaan dan juga perbankan yang memberikan dukungan pendanaan. Kami sambut baik sistem ini," tutur Riswinandi.
Riswinandi mengatakan selama ini belum ada sistem yang bisa memonitor keabsahan data pembiayaan. Diharapkan, dengan sistem ini penyaluran pembiayaan multifinace lebih sehat ke depannya.
(ulf/rim)