Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (
Aspelindo) mengaku mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan sertifikasi Standar Nasional Indonesia (
SNI) terhadap
pelumas. Selain mendukung, Aspelindo juga menilai wajar biaya SNI Rp100 per liter ditanggung oleh produsen.
Ketua Bidang Pengembangan Aspelindo Andria Nusa mengungkapkan kewajiban SNI untuk pelumas otomotif akan berdampak positif untuk konsumen, karena kualitas produk tersebut lebih terjamin dari sebelumnya. Tak heran, proses untuk mendapatkan sertifikat SNI juga tidak instan.
"Untuk SNI perusahaan juga harus ada proses akreditasi dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), LSPro ini kerja sama dengan laboratorium independen yang terakreditasi juga. Jadi LSPro dan laboratorium harus terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN)," papar Andria, Senin (4/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seluruh rangkaian proses itu tak pernah dilakukan sebelumnya. Namun, gabungan produsen pelumas dari Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) berpendapat kewajiban peraturan Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) sudah lebih dari cukup. Karenanya, mereka bilang tak perlu lagi
kewajiban sertifikat SNI.
Namun demikian, Andria menyebut aturan NPT tak cukup ampuh memberantas pelumas palsu di Indonesia. Masalahnya, prosesnya tidak ketat apabila dibandingkan dengan sertifikat SNI.
"NPT itu hanya karakteristik fisika dan kimianya saja, tidak menyeluruh seperti SNI. Tidak selengkap SNI," tegas dia.
Sejauh ini, ia menyebut sejumlah produk pelumas otomotif palsu dari dalam dan luar negeri masih banyak beredar di pasaran. Porsi pelumas palsu dari dalam negeri dan luar negeri terbilang sama rata. Namun, ia tak menyebut pasti kontribusi pelumas palsu terhadap total ketersediaan di Indonesia.
"Jadi, ya jangan dikira yang dari luar negeri juga bagus semua, bukan menjelek-jelekkan negara lain, tapi ya ini kan namanya juga perdagangan bebas," katanya.
Sementara itu, merespons penolakan dari perusahaan pelumas yang tergabung dalam PERDIPPI terhadap aturan kewajiban SNI, ia menyebut hal itu wajar. Toh, kewajiban SNI ini membuat proses bisnis mereka tak semudah sebelumnya.
"Kalau importir kan pas barang datang sudah siap jual pelumasnya, makanya pabrik di luar negeri harus diperiksa juga apa sudah sesuai SNI, karena kan SNI ini melihat dari proses produksinya," jelasnya.
Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan aturan SNI wajib untuk pelumas otomotif pada tahun lalu yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib.
Beleid itu diundangkan pada 10 September 2018 dan berlaku satu tahun kemudian atau September 2019 mendatang. Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan pemerintah bakal menindak tegas produsen dan distributor yang tak mengikuti aturan main ini.
"Jika tidak ber-SNI, tidak boleh masuk pasar. Aparat berwenang dan pengawas akan menindak jika tidak ber-SNI," tandasnya tak lama aturan itu terbit pada September lalu.
(aud/bir)