Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap pasangan bermimpi untuk memiliki
buah hati karena kehadiran seorang anak seringkali menjadi simbol penerus garis keturunan
keluarga hingga lestari di masa mendatang.
Namun, menyambut kehadiran sang buah hati juga tidak gratis. Calon orang tua perlu menyisihkan dana untuk mempersiapkan kehamilan, seperti pemeriksaan berkala ke dokter, asupan nutrisi ibu dan anak, hingga momentum utama yakni persalinan. Tak ketinggalan, para calon orang tua juga perlu mempersiapkan dana untuk perlengkapan bayi setelah sang anak lahir.
Dewasa ini, biaya pemeriksaan saat kehamilan dan persalinan tidak lagi murah. Menurut survei 10 rumah sakit di Jakarta oleh
The Asian Parent 2018 lalu, biaya persalinan paling murah terhitung Rp5,75 juta untuk proses kelahiran normal. Jika sang bayi dilahirkan dengan proses operasi caesar, maka biaya paling murah yang bisa dirogoh orang tua mencapai kisaran Rp15 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biaya itu timbul jika proses kelahiran tak terhambat masalah lain. Jika bayi mengalami kelahiran sungsang, orang tua setidaknya harus mengeluarkan dana paling rendah Rp13 juta. Kelahiran bayi yang membutuhkan tindakan
kitectomy dan
myomectomy bahkan perlu merogoh kocek hingga Rp23 juta.
Tingginya biaya persalinan kadang menimbulkan persoalan besar dalam keluarga. Agar hal tersebut tak terjadi pada para calon orang tua lain, biaya persalinan perlu dipersiapkan dengan baik. Jangan sampai momentum bahagia menyambut buah hati berubah jadi momen patah hati.
Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari Assad mengatakan persiapan biaya persalinan sebaiknya dimulai setelah pernikahan selesai dilangsungkan. Supaya perencanaan keuangan lebih maksimal, ada rambu-rambu yang perlu diketahui calon orang tua.
Terlepas dari kehendak Sang Pencipta, calon orang tua perlu menyepakati waktu yang tepat untuk memiliki keturunan. Kesepakatan personal antara pasangan suami istri satu dengan lainnya tentu memiliki tenggat waktu berbeda. Jadi, sah-sah saja jika suami-istri ingin punya anak setahun setelah menikah atau bahkan 10 tahun setelah menikah.
Kesepakatan soal perencanaan kehamilan diperlukan agar dapat menentukan strategi keuangan yang tepat untuk mendukung proses kelahiran.
"Setelah menikah memang harus sudah dipikirkan dana untuk persalinan. Tapi kalau memang belum tahu kapan ingin punya anak, tetap siapkan saja. Paling mepet, persiapan dana persalinan ini bisa dimulai setelah tahu bahwa sang istri hamil," jelas Tejasari.
Selain itu, pasangan suami istri juga perlu melakukan survei tempat persalinan. Ini wajib dilakukan agar orang tua mengerti jumlah dana yang dibutuhkan. Fasilitas persalinan yang lengkap dan berkualitas tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Hal itu perlu pula disesuaikan dan diimbangi oleh kebutuhan pokok sehari-hari.
"Lebih baik tetap pertimbangkan sesuai keadaan kantong dan jangan terlalu
ngoyo. Kadang ada orang tua yang ingin proses persalinan yang istimewa karena menyambut hari bahagia dan sekaligus menyambut anak pertama, tapi kalau kemampuan keuangan minim ya jangan memaksa," kata dia.
Selain itu, Tejasari mengatakan persiapan biaya untuk menyambut kelahiran anak tidak terpaku pada biaya persalinan semata. Calon orang tua juga harus memikirkan biaya untuk pemeriksaan berkala ke dokter kandungan, asupan nutrisi ibu hamil, serta kemungkinan proses kelahiran secara tidak normal.
Untuk itu, calon orang tua perlu lebih cermat melakukan perhitungan estimasi biaya dan menyesuaikannya dengan besaran tabungan yang perlu disisihkan untuk biaya persiapan kelahiran.
Sebagai tolak ukur yang aman, calon orang tua bisa menyisihkan pendapatan antara 20 persen hingga 30 persen per bulan untuk biaya persiapan dan persalinan sang buah hati.
"Sebelum hamil, orang tua juga punya pilihan untuk menginvestasikan dana, sehingga biaya persalinan dan treatment kehamilan bisa dibayar dengan imbal hasil investasi itu. Untuk jangka waktu satu tahun, calon orang tua bisa memilih deposito dan reksa dana pasar uang karena imbal hasilnya cukup lumayan, yakni 5 hingga 6 persen," tutur dia.
Namun, ada kalanya suami istri belum mempersiapkan dana persalinan meski sudah mengetahui bahwa sang ibu sudah mengandung. Jika hal ini terjadi, Tejasari menyarankan calon orang tua untuk segera menabung dan bersikap realistis. Jika rumah sakit dirasa mahal, tidak ada salahnya melakukan persalinan pada fasilitas kesehatan lain.
"Sebetulnya calon orang tua juga bisa ke bidan atau rumah bersalin. Bukan berarti fasilitas mereka lebih buruk dibanding rumah sakit, banyak kok bidan dan rumah bersalin yang berkualitas dan tersertifikasi," ujarnya.
Setali tiga uang, perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andi Nugroho mengatakan perencanaan keuangan untuk persalinan harus dilakukan tepat setelah menikah dan mempertimbangkan fasilitas persalinan yang akan diambil. Cara paling mudah untuk mempersiapkan dana tersebut adalah dengan menabung.
Optimalnya, calon orang tua bisa menabung maksimal 10 persen dari penghasilan bulanan untuk persiapan kehamilan dan persalinan. Suami istri bisa memasukkan tabungan itu ke dalam kategori dana demi hal-hal tak terduga. Hanya saja, orang tua harus tetap konsisten dalam menabung dan tak mudah demotivasi di tengah jalan.
Ia mencontohkan terkadang calon orang tua sudah menabung setiap bulan demi menyiapkan kehamilan dan persalinan. Hanya saja, suami dan istri kadang tidak kunjung dianugerahi kehamilan, sehingga semangat menabung jadi kendor.
Nah, di sini, Andi mengingatkan suami istri bahwa persalinan tetap butuh biaya yang tidak sedikit. Menabung tetap menjadi kewajiban jika orang tua tak menyerah untuk punya anak.
"Justru calon orang tua harus berpikir, jika mereka menabung pada hari ini, mereka tidak akan terbebani dengan masalah keuangan di masa depan. Kalau misal suami dan istri baru sibuk cari uang ketika hamil, justru itu akan memberatkan mereka. Dan kalau belum saatnya diberi kehamilan, ketahui saja bahwa itu hal yang tidak bisa dikontrol manusia," terangnya.
Jika menabung dirasa berat, langkah paling amannya adalah dengan menjadi peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Apalagi, saat ini iuran BPJS Kesehatan masih terjangkau, yakni Rp80 ribu per bulan untuk fasilitas kelas I, Rp51 ribu untuk fasilitas kelas II, dan Rp25.500 untuk fasilitas kelas III. Terlebih, pengajuan BPJS Kesehatan masih bisa dilakukan meski sang calon ibu sudah mengandung.
Andi tak menyarankan calon orang tua untuk berutang demi menutupi biaya persalinan. Selain menciptakan beban bunga di masa depan, keperluan bayi pasca melahirkan bisa jadi sulit terpenuhi karena orang tua sibuk bayar cicilan dan bunga kredit rumah sakit di masa depan.
Meski demikian, bukan berarti utang demi persalinan terbilang haram. Utang masih disarankan dengan beberapa kondisi tertentu.
Pertama, calon orang tua bisa dianjurkan berutang dengan anggota keluarga terdekat karena risikonya sangat rendah. Ini lantaran utang dari keluarga jarang dibumbui bunga pinjaman. Selain itu, kompromi dari keluarga pasti akan lebih lunak dibandingkan debt collector jika nanti orang tua tak berhasil mengembalikan pinjamannya.
"Mereka (keluarga suami atau istri) tentu juga memahami kondisi orang tua yang baru punya anak, jadi orang tua tak akan dikejar dan ditekan-tekan untuk mengembalikan pinjaman. Kalau memang tak bisa mengembalikan pinjaman, mungkin paling maksimal hanya kena omel. Bandingkan jika utang itu ditagih
debt collector," kata Andi.
Kedua, utang bisa menjadi cara tepat jika orang tua tak punya alternatif lain untuk membiayai ongkos persalinan. Hal terpenting, berutang sebaiknya dijadikan opsi terakhir karena akan menjadi beban yang semakin besar di kemudian hari.
(lav)