Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (
ESDM) menyatakan kuota produksi
batu bara tahun ini di bawah usulan pelaku usaha. Pasalnya, realisasi alokasi produksi untuk kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (
Domestic Market Obligation/
DMO) 2017 lalu tak mencapai target.
Sesuai ketentuan, porsi DMO adalah 25 persen dari produksi batu bara perusahaan. Hal itu dilakukan untuk menjamin kebutuhan batu bara industri dalam negeri, terutama untuk sektor ketenagalistrikan.
"Kementerian ESDM telah mengenakan sanksi pemotongan produksi batu bara tahun 2019. Persetujuan tingkat produksi batu bara 2019 bagi perusahaan yang tidak memenuhi DMO 2018 lebih kecil dari usulan perusahaan," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono saat menghadiri rapat dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR, Senin (11/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menyebutkan usulan rencana produksi batu bara dari pelaku usaha tahun ini mencapai 708,4 juta ton. Namun, kuota produksi yang disetujui pemerintah hanya 489,13 juta ton atau turun 12,3 persen dari realisasi produksi tahun lalu yang mencapai 557,78 juta ton.
Pemberian kuota berdasarkan realisasi penyaluran DMO tahun lalu. Tercatat, realisasi DMO batu bara tahun lalu hanya 115,1 juta ton atau 94,8 persen target DMO yang mencapai 121,32 juta ton.
Jika dirinci, perusahaan tambang pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) persentase realisasi penyaluran DMO-nya paling kecil, yaitu hanya 70,6 persen dari target atau 24,15 juta ton.
Konsekuensinya, pemerintah hanya memberikan kuota produksi tahun ini sebesar 105,79 juta ton atau tak sampai separuh dari usulan pelaku usaha yang mencapai 282,99 juta ton.
Selanjutnya, untuk pemegang IUP perusahaan asing, pemerintah memberikan kuota produksi sebesar 32,46 juta ton atau di bawah usulan pelaku usaha yang mencapai 44,37 juta ton. Pasalnya, realisasi penyaluran DMO tercatat 5,51 juta ton atau 92,1 persen dari target.
Bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B), pemerintah tahun ini memberikan kuota produksi terbesar, yaitu mencapai 324,89 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah dari usulannya yang mencapai 355,03 juta ton, mengingat target DMO hanya tercapai 99,8 persen.
Sementara, bagi pemegang IUP perusahaan pelat merah, pemerintah memberikan izin kuota produksi sesuai yang diusulkan, yaitu 26,01 ton karena penyaluran DMO tahun lalu mencapai 100 persen dari target.
Meski realisasi DMO di bawah target, kebutuhan batu bara dalam negeri tahun lalu telah terpenuhi. Bambang mengungkapkan pelaksanaan DMO di dalam negeri menemui dua kendala utama.
Kendala pertama, kualitas batu bara tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh pembangkit/peralatan milik pengguna akhir domestik. Kedua, kendala juga berasal dari realisasi pasokan batu bara lebih kecil dari kontrak yang telah disepakati.
Hal itu bisa terjadi karena terjadi perbaikan/perawatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik pengguna akhir domestik. Selain itu, melesetnya relalisasi pasokan terjadi karena penundaan rencana pengembangan produksi oleh end user domestik.
(sfr/bir)