Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Wakil Presiden (Cawapres)
Sandiaga Uno menjanjikan dapat menyelesaikan permasalahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan dalam 200 hari kepemimpinannya bersama dengan Capres
Prabowo Subianto jika terpilih nanti. Salah satunya akan diwujudkan dengan memanggil aktuaris Indonesia dari Hong Kong.
"Kami panggil aktuaria-aktuaria terbaik, dari Hong Kong, putra-putri terbaik bangsa. Saya pernah ketemu. Kami hitung berapa
sih butuhnya sebenarnya. Tidak boleh diutangi, rumah sakit jangan turun layanannya karena tidak dibayar tepat waktu," ujar Sandiaga dalam Debat Cawapres di Jakarta, Minggu (17/3).
Sebagai seorang pengusaha, Sandiaga merasa mengerti betul mengenai persoalan keuangan. Makanya, ia optimistis persoalan defisit BPJS Kesehatan akan selesai di bawah kendalinya.
Namun, apa sebenarnya profesi aktuaris?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aktuaris adalah ahli matematika dalam perusahaan asuransi yang menghitung risiko, premi, cadangan, dan dividen.
Dalam situs Persatuan Aktuaris Indonesia dijelaskan bahwa seorang aktuaris umumnya bekerja di industri keuangan, seperti perusahaan asuransi jiwa, perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi kesehatan, dana pensiun, dan investasi. Banyak pula aktuaris yang merambah bidang-bidang lain terkait dengan pengelola risiko yang memerlukan kemampuan analisis dan logika yang kuat.
Kebutuhan akan profesi aktuaris di Indonesia sendiri semakin meningkat seiring dengan dinamika yang terjadi baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun regulasi di Indonesia. Salah satunya seiring dengan adanya pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional dan pertumbuhan industri asuransi jiwa dan asuransi serta imbalan kerja dan dana pensiun membutuhkan keterlibatan aktuaris untuk mengelola risiko program.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, jumlah aktuaris di Indonesia masih terbilang minim. Pada 2017, jumlah hanya mencapai sekitar 400 aktuaris, tak sebanding dengan perkembangan industri keuangan, terutama asuransi.
Direktur BPJS Kesehatan Fahmi Idris sebelumnya mengaku besaran iuran peserta BPJS Kesehatan sebenarnya tak lagi sesuai dengan hitungan aktuaria. Untuk itu, suatu saat besaran iuran peserta sudah sewajarnya dinaikkan.
Sejak 5 tahun terbentuk, BPJS Kesehatan selalu mengalami masalah defisit keuangan. Pada 2014, defisit BPJS Kesehatan tercatat Rp3,3 triliun, 2015 sebesar Rp5,7 triliun, 2016 sebesar Rp9,7 triliun, dan 2018 diperkirakan mencapai Rp10,98 triliun.
Pemerintah pun terpaksa menambal defisit melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Tahun 2015, pemerintah menyuntik BPJS Kesehatan Rp5 triliun, 2016 sebesar Rp6,9 triliun, 2017 sebesar Rp3,7 triliun, dan 2018 sebesar Rp10,25 triliun.
---
Catatan redaksi: Judul berita diubah pada Senin (18/3) pukul 13.30 WIB dari semula Mengenal Aktuaris yang Ingin Diimpor Sandi dari Hong Kong karena terjadi kesalahan dalam mengutip ucapan narasumber. (aud/agi)