Jakarta, CNN Indonesia -- Staf Khusus Menteri Luar Negeri
Peter F Gontha mempertanyakan motif
Uni Eropa terkait larangan penggunaan
kelapa sawit dalam bahan bakar nabati (BBN). Ia menduga hal tersebut merupakan upaya Uni Eropa untuk memperbaiki defisit perdagangan UE terhadap Indonesia.
"Pertanyaan kami sekarang adalah dengan mereka mau mem-
banned (melarang) kelapa sawit, apakah mereka mencoba untuk menurunkan atau melakukan diskriminasi agar neraca dagang kita akan berubah juga," katanya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (25/4).
Peter merinci nilai ekspor Indonesia ke UE pada 2018 lalu mencapai US$17,1 miliar, sedangkan impor sebesar US$14,1 miliar. Dengan demikian, Indonesia mengantongi surplus perdagangan terhadap UE.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip data Kementerian Perdagangan, total perdagangan kedua negara mencapai US$23,6 miliar pada periode Januari-September 2018. Jumlah itu meningkat 10,09 persen dibanding periode yang sama tahun 2017. Kementerian perdagangan juga mencatat selama lima tahun terakhir Indonesia mengalami surplus perdagangan terhadap UE.
Terkait tuduhan UE soal isu lingkungan hidup, Peter juga menduga UE melakukan diskriminasi terhadap Indonesia. Sebab,lanjutnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling aktif mengikuti isu perubahan iklim. Bahkan, Indonesia telah berkomitmen dalam Conference of Parties (COP) 21 di Paris pada 2015 silam yang merupakan pertemuan tahunan yang menjadi kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim.
Di samping itu, Indonesia juga berupaya untuk mengurangi deforestasi dari 2 juta hektar (ha) per tahun menurun menjadi 400 ribu ha per tahun.
"Sementara AS yang tidak mau tahu dengan climate change (perubahan iklim), yang tidak mau COP, tetapi AS kenapa tidak ada batasan di Eropa, kenapa? " tuturnya.
Namun demikian, ia menilai Indonesia telah menyamakan langkah untuk melawan keputusan UE. Tidak hanya pemerintah, ia menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia juga melakukan negosiasi dengan Parlemen UE.
"Ketua parlemen kita DPR ini menulis surat juga kepada parlemen Eropa, jadi
parlement to parlement. Bahkan DPR juga menulis surat kepada pimpinan negara kita perlu mengadakan satu tindakan yang firm (pasti)," ujarnya.
Sebelumnya, komisi UE telah menyerahkan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II kepada Parlemen UE. Dalam Delegated Regulation itu Komisi UE menilai kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan. Maka itu, penggunaannya untuk bahan bakar kendaraan bermotor harus dihapus.
[Gambas:Video CNN] (ulf/lav)