Jakarta, CNN Indonesia -- Ucapan adalah doa. Ungkapan ini mungkin bisa mewakili kisah hidup
orang terkaya ke-6 di Indonesia versi Majalah
Forbes, Dato Sri
Tahir.
Puluhan tahun silam, pengusaha kelahiran Surabaya ini pernah asal
nyeplos akan membalap kesuksesan mertuanya, pemilik Lippo Group Mochtar Riady. Usianya saat itu masih 22 tahun. Jiwa mudanya masih kental.
Jangankan punya cita-cita menjadi orang kaya. Ia bahkan tak punya rencana matang untuk membangun sebuah kerajaan bisnis seperti Mochtar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ucapan tersebut muncul begitu saja ketika sang mertua memberitahu bahwa menantu dilarang masuk ke bisnis keluarga. Kebetulan, saat itu Tahir masih kuliah di Universitas Teknologi Nanyang Singapura.
Siapa sangka, ucapan Tahir menjadi kenyataan. Ia kini menempati posisi keenam orang terkaya di Indonesia, menyalip sang mertua yang berada di posisi 12.
[Gambas:Video CNN]Total kekayaannya kini mencapai US$4,5 miliar atau setara Rp63 triliun (kurs Rp14.000 per dolar AS). Sementara, jumlah harta Mochtar sebesar US$2,3 miliar atau Rp32,2 triliun.
Kejayaan itu diraih dengan susah payah. Ayah empat anak ini pernah jatuh bangkrut hingga terlilit utang jutaan dolar AS saat menjalani usahanya dulu.
Tahir memang bukan dilahirkan dari keluarga konglomerat. Ayahnya dulu seorang juragan becak dan sang ibu menjaga toko sederhana. Beberapa kejadian tak enak pun pernah dialaminya saat kecil.
"Bapak saya menyewakan 20 becak ke orang Madura, jadi setiap hari ada setoran. Tapi kalau tidak ditagih tidak bayar, jadi ayah saya
nungguin untuk minta setoran," cerita Tahir kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (27/3).
Orang yang menyewa becak dari ayah Tahir marah karena terus ditagih. Orang tersebut bahkan pernah melempar batu dan mengenai kepala ibunya hingga bocor.
"Ini cerita masa kecil saya, jadi habitat saya adalah orang yang tidak mampu," imbuh dia.
Itu bukan satu-satunya kejadian nahas yang menimpa keluarga Tahir, ayah dan ibunya juga sering dihina, diremehkan, dan ditekan oleh orang lain. Dia mengetahui semua itu karena mendengar obrolan kedua orang tuanya saat kecil.
Pengalaman pahit masa kecilnya membuat Tahir mengaku benci dengan orang kaya. Ia pun tumbuh dengan rasa 'dendam', ingin membuktikan kepada semua orang bahwa bisa menjadi seseorang di kemudian hari.
"Karena saya orangnya
fighter, saya dendam. Suatu hari saya bales. Tapi dendam ini kan bisa
positive dan
negative effect," terang Tahir.
Meski kini ia masuk dalam daftar orang terkaya, Tahir mengaku sering kali masih tak nyaman bergaul dengan orang kaya. "Orang kaya itu menindas, merampas hak orang. Jadi saya tidak senang. Saya dengan gamblang bilang tidak senang dengan orang kaya," tegas dia.
Walau hidup tak berlebihan saat kecil, ia mengaku selalu diajarkan kebaikan kepada sesama dan taat kepada ajaran Tuhan oleh orang tua. Khusus dari sang ibu, Tahir dilatih bekerja keras dalam keadaan apapun. Hingga kini, ibunya yang berusia hampir 89 tahun bahkan masih aktif bekerja di salah satu kantor cabang Bank Mayapada.
 Dato Sri Tahir. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
Pria penyuka makanan asli Indonesia ini awalnya memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Alasannya cukup sederhana, ia ingin dapat bekerja secara mandiri. Dengan menjadi dokter, Tahir berniat membuka praktek di depan rumah sehingga tak perlu bekerja di bawah orang lain.
"Tapi yang paling penting, dokter itu bisa berbuat baik tanpa keluar uang," katanya.
Untuk merealisasikan impiannya, Tahir sempat kuliah di Taiwan. Namun, ia mengaku kala itu tak betah dan merasa tak cocok menjalani pendidikan di negara itu. Takdir pun bersambut, ia harus kembali ke Tanah Air usai mengetahui sang ayah sedang sakit lewat sepucuk surat yang dikirim dari Indonesia.
Meski keadaan sang ayah mulai membaik, Tahir enggan meneruskan pendidikannya di Taiwan. Ia malah mencoba peruntungan dengan tinggal dan berdagang di Singapura. Saat itu, ia mendapat modal dari sang ibu yang kala itu sudah mulai mapan usahanya sebesar Rp700 ribu.
"Itu pengalaman yang bagus untuk saya, saya ke Singapura tinggal di losmen. Jadi inang-inang (berdagang). Itu sendiri ya, kesendirian itu membuat saya tabah hari ini," terang Tahir.
Saat baru mulai berdagang di Singapura, ia mengaku tak pandai berbicara bahasa Inggris. Hanya beberapa kata yang dihafal oleh Tahir, misalnya
how much dan
discount. Tapi, bukan Tahir namanya kalau menyerah karena hal sepele.
Biasanya, ia membawa satu sampai dua koper untuk diisi dengan berbagai barang dari Singapura dan dijual di Indonesia. Pekerjaan itu dijalani sampai dua tahun lamanya. Bahkan, setelah diterima di kampus terbaik Singapura, Nanyang Technological University dan menikah dengan Rosa Riady.
"Karena saya berdagang dan sering mondar-mandir Jakarta-Singapura, saya bahkan sempat dicurigai sebagai mata-mata," cerita dia.
Lulus dari Nanyang, Tahir mulai membangun bisnis
leasing yang menjual sekaligus memberikan kredit mobil. Nama Mayapada mulai digunakan untuk bisnis tersebut.
"Waktu itu dagang mobil Suzuki, tapi lalu bangkrut," kenang Tahir.
Tahir saat itu bahkan sempat terlilit utang hingga lebih dari US$10 juta. Ia kemudian ditawari Mochtar untuk mengurus bisnis garmen mertuanya itu hingga berhasil melunasi utangnya di bank.
Ia kemudian mulai membangun
kembali bisnisnya. Pada1989, ia mengajukan izin ke Bank Indonesia (BI) untuk membangun Bank Mayapada. Dengan bantuan oleh beberapa pihak, Tahir berhasil memperoleh izin.
Tahir tak hanya dikenal sebagai pengusaha, ia juga kerap dikenal sebagai filantropis. Dia bahkan masuk dalam jajaran orang terkaya dunia yang berkomitmen memberikan 50 persen hartanya untuk membantu masyarakat.
Lantas, bagaimana sebenarnya cerita lengkap perjuangan kisah hidup Tahir, simak wawancara
CNNIndonesia.com dengan Tahir di halaman berikut.
Bersambung ke halaman berikutnya....
Bagaimana kehidupan masa kecil Anda?Saya waktu kecil, ada satu hal yang terus melekat dan mungkin baru hilang beberapa tahun yang lalu yaitu merasa minder atau rendah diri. Itu cukup kental. Sebenarnya tidak bagus ya untuk masa pertumbuhan (anak), tidak baik. Makanya saya bilang sekarang, kalau mendidik anak itu dengan suka cita. Dulu kan orang tua saya tidak memiliki kemampuan itu.
Tapi untungnya saya sekolah, sehingga bisa menerobos apa yang tadinya bisa menjatuhkan saya, yakni rasa rendah diri. Tapi kan tidak semua orang memiliki kemampuan seperti itu. Kalau dia minder, dendam, dia menjadikan itu negatif juga bisa saja.
Tapi saya jadikan rasa ini (rasa rendah diri) sebagai motivasi untuk mencari loncatan-loncatan yang lebih baik. Itu hal yang penting untuk hidup sebenarnya. Saya jadikan energi positif, lalu bisa saya capai sampai hari ini.
Rasa minder seperti apa yang Anda rasakan?
Yang membuat saya minder itu adalah apa yang saya lihat dan dengar sendiri dari orang tua. Obrolan antara papa sama ibu, banyak merasa ditekan, Mereka kesulitan, dihina orang, diremehkan. Jadi itu terus menjadi suatu pendidikan secara informal menurut saya.
Orang tua saya sebenarnya tidak kasih tahu bahwa mereka dihina orang, tapi memang cerita kalau sedang susah berdagang, tidak dapat uang.
Sekarang kalau saya
flashback itu seperti tidak bagus untuk pendidikan, tapi itu fakta dalam kehidupan saya. Orang tua saya juga mungkin tidak sengaja mau mengajari anaknya demikian. Jadi, menurut saya itulah kepahitan yang saya timbun dalam hidup.
Apa pekerjaan yang ditekuni oleh orang tua?Pertama kan mereka jadi juragan becak. Lalu mulai hidup baik itu ketika ayah saya diangkat sama kakak perempuannya menjadi pengusaha tekstil. Sejak itu, kehidupan saya agak mendingan.
Sebenarnya kehidupan saya oke-oke saja. Walaupun orang tua saya juragan becak, saya tidak pernah lapar ya, tidak pernah kekurangan. Kalau kekurangan materi pasti ada, ambil contoh kalau saya pulang sekolah itu kadang-kadang tidak punya uang jajan. Kalau merasa haus saya menunggu teman mentraktir dulu.
Apakah kepahitan hidup ini yang membuat akhirnya Anda membenci orang kaya?Saya benci orang kaya sejak kecil, karena itu lebih banyak orang tua saya yang mewarisi. Mereka kan sering mengobrol tadi ya, cerita kok tadi ketemu orang
diginiin (diremehkan). Karena saya orang tegar, saya dendam. Suatu hari akan saya bales. Balasnya terserah, apa dengan prestasi atau seperti apa.
Apa yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil?
Ayah saya meletakkan pondasi bagaimana jadi orang baik. Ayah saya tidak pernah mau merugikan orang, kerja yang benar. Ibu saya mengajari untuk
fighting spirit, beliau umur 89 tahun masih bekerja.
Ayah saya sangat
gentlemen, kalau jadi orang jangan menipu. Ayah saya bilang begini, kalau bisa kamu menjadi orang yang dihormati orang, orang hormat dan salut. Tapi kalau tidak mampu, kamu harus jadi orang kedua, membuat orang simpatik, eh orang ini kok baik ya ayo dibantu. Dia jujur, tulus. Kalau tidak bisa menjadi orang pertama, jangan sampai dibenci orang.
Kapan dan bagaimana Anda memulai bisnis?Setelah lulus saya sekolah sipil, lalu dikeluarkan. Masuk kedokteran dikeluarkan juga. Terus jadi
inang-inang (berdagang) lah. Jadi
inang-inang pengalaman yang bagus untuk saya.
Saya ke Singapura, tinggal di losmen, itu sendiri ya. Kesendirian itu membuat saya tabah hari ini. Saya tidak ada bimbingan, kalau sekarang kan saya bimbing anak saya. Kalau dulu saya, siapa yang bimbing? tidak ada. Semua saya kerjakan sendiri, saya ngomong bahasa Inggris tidak jelas, how much how much,
discount-discount. paling begitu. Bahasa Inggris juga kacau ya orang Surabaya, bukan dari Jakarta, tapi Suroboyo.
Saya kemudian buka
showroom. Jadi 3S,
sale, service, dan
sparepart. Saya jual mobil Suzuki, tapi bangkrut. Itu kan modalnya besar, pinjam uang juga di bank.
Apa itu menjadi titik terendah dalam hidup Anda?Iya, waktu saya bangkrut. Saya kan berutang kira-kira US$10 juta lebih. Saya selama enam bulan tidak mau ketemu orang, saya merenungkan bagaimana bayar utang ini, jual barang ini. Bayar ini, lunasin ini, begitu. Itu kan tanggung jawab saya sebagai debitur. Di sanalah saya melihat suatu fakta. Yang tadinya orang itu baik ke saya, jadi tidak lagi. Termasuk keluarga.
Bagaimana cara Anda bangkit dari titik terendah itu?Saya adalah orang yang bukan
positive thinking, saya adalah orang yang
fighter. Saya mau cerita begini, ini bagus untuk anak muda.
Ketika kita kepeleset di tengah jalan, ada tiga sikap yang bisa diambil. Sikap pertama, kepeleset lalu bangun lagi dan jalan saja. Ini adalah sikap yang celaka. Kedua, kepeleset, lihat lagi, oh ternyata ada kulit pisang kemudian mengerti terus jalan lagi. Ketiga yang paling penting, dia melihat kulit pisang, terus berpikir kok saya bisa teledor ya tadi. Apa yang saya pikirkan sampai jatuh, lalu saya ambil kulit pisang dan saya buang agar orang lain tidak jatuh juga. Sikap ketiga itu adalah yang harus pilih. Dalam hidup juga begitu.
Ada orang gagal bolak-balik tidak belajar, karena dia anggap ya sudah. Saya tidak mau. Saya ada kejadian jatuh, saya mau belajar. Apa yang salah, misalnya saya bisnis mobil jatuh, saya harus tahu. Oh, saya pinjam uang terlalu banyak. Jadi saya tahu jangan utang terlalu banyak.
 Dato Sri Tahir. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama). |
Istri Anda adalah anak dari Pak Mochtar Riady, apa Anda sempat merasa minder?Sempat minder. Pasti dong. Tapi istri saya sangat baik, tidak pernah menunjukkan anaknya Pak Mochtar. Istri saya baik dan setia mendampingi saya waktu melarat.
Dari mana Anda belajar sikap kepemimpinan dalam hidup Anda?Mungkin dari pengalaman, konsultasi. Hanya itu saja. Itu karunia. Susah dipelajari.
Apa yang anda tanamkan ke karyawan?Seorang pemimpin harus memenuhi tiga syarat, yang pertama harus bisa memberitahu kepada pengikutnya, ini berlaku untuk presiden berlaku untuk kepala keluarga, suami, dan direktur perusahaan. Dia harus bisa meyakinkan dan memberitahukan ke pengikutnya. Saya mau bawa kalian.
Jadi melamar ke perusahaan dia, harus tanya saya mau dibawa ke mana sih pak. Dia harus mampu jawab. Dia harus tahu membawa anda ke level mana. perusahaan mau di bawa ke mana, anak-anak mau dibawa ke mana.
Kedua, dia harus bisa meninggalkan teladan. Dia adalah sebuah panutan, sebuah model. Kalau di perusahaan di Mayapada saya bilang mau bawa Mayapada ke sini, lalu saya disiplin. Ketiga, menciptakan nilai tambah. Nilai tambah itu anak saya bisa saya sekolahkan di tempat yang lebih baik, sekarang teknologi maju.
Anda juga dikenal sebagai seorang filantropis, apa sebenarnya motivasi Anda?Itu bukan motivasi, tapi yang harus dilakukan. Ada orang bertanya sama saya, kamu sumbang sini sumbang sana apa tidak sayang? Kenapa uangnya tidak dinikmati sendiri?
Saya bilang ada sebuah konsekuensi dari sebuah logika. Kalau tidak ada Indonesia kan tidak ada Tahir. Kalau saya tinggal di Sudan hari ini saya adalah pengungsi, kalau tinggal di Syria saya pengungsi. Baru saya tinggal di Indonesia saya jadi Tahir seperti hari ini.
Maka itu saya adalah satu-satunya orang Indonesia yang telah tanda tangan
giving pledge. Artinya tanda tangan apa? Saya bersedia menyumbang 50 persen dari harta saya untuk dikembalikan kepada masyarakat. Apa susahnya? tidak ada susahnya.
Kedua, sebagai seseorang yang mengenal agama, ibadah, harus sadar bahwa baik di agama Islam, Kristen, Buddha, dan apa pun namanya, selalu menjelaskan bahwa sumber daripada semua berkah itu adalah dari Gusti Allah. Artinya apa? Kita semua tahu ketika dikasih uang di dunia ini bukan untuk menjadi hak milik. Kita tidak pernah loh dikasih hak milik, hanya dikasih hak mengelola.
Impian apa lagi yang mungkin belum tercapai?
Mimpi begini, setiap orang pasti memiliki mimpi fase berbeda ya. Mimpi tuh bisa berubah, waktu umur 20 tahun, 30 tahun, dan 50 tahun berbeda. Jangan mimpinya terus sama. Sekarang saya umur 67 tahun, mimpi apa yang saya harapkan.
Hanya satu, yakni adalah bagaimana kelak menghadap ke sang pencipta. Rapor apa yang mau saya bawa. Ini penting dan krusial. Saya mau bawa kejelekan saya atau saya mau bawa kebaikan saya.