Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (
DPR) berencana memanggil Kementerian Badan Usaha Milik Negara (
BUMN) dan PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) guna memperoleh penjelasan terkait permasalahan gagal bayar klaim yang dialami BUMN asuransi jiwa tersebut.
Jiwasraya saat ini tengah mengalami permasalahan likuiditas hingga menyebabkan penundaan pembayaran polis produk asuransi jiwa berbasis investasi senilai Rp802 miliar yang telah jatuh tempo.
Anggota Komisi VI DPR Abdul Wachid menjelaskan selama ini pihaknya belum mendengarkan secara langsung permasalahan yang dialami Jiwasraya. Karenanya, pihaknya akan memanggil Kementerian BUMN, Jiwasraya, dan OJK guna mengetahui secara rinci permasalahan yang dialami oleh Jiwasraya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan agendakan awal Mei untuk panggil mereka. Kami juga akan bicarakan dengan pimpinan partai," ujar Wachid kepada
CNNIndonesia.com.Ia menuturkan kegagalan Jiwasraya dalam membayar klaim mengindikasikan kelalaian dan kesalahan tata kelola dalam tubuh perusahaan asuransi jiwa tersebut. Kejadian ini, ia menilai bisa dihindarkan jika manajemen Jiwasraya profesional dalam mengelola BUMN tersebut.
"Kami tidak menyalahkan Jiwasraya, kami tidak menyalahkan lembaganya. Lembaganya bagus, tapi persoalannya ini manajemen di dalam. Ini yang harus kami bicarakan kepada Menteri BUMN," terang dia.
Anggota Komisi XI DPR Refrizal mengaku komisinya baru mendapatkan penjelasan dari OJK terkait permasalahan yang dihadapi Jiwasraya. Untuk memperoleh informasi lebih rinci, Komisi XI pun berencana turut memanggil kembali OJK bersama dengan Kementerian BUMN dan Jiwasraya.
Selain memanggil pihak-pihak terkait, Refrijal mengaku DPR membuka peluang pembentukan panitia kerja (panja) maupun panitia khusus (pansus) terkait permasalahan ini jika dibutuhkan. Kendati demikian, menurut dia, keputusan ini baru akan ditentukan usai DPR mendengarkan penjelasan dari pihak terkait.
"Kalau agak ringan, kami bentuk panja. Kalau agak berat hingga melarang Undang-undang kami akan bentuk pansus," ungkapnya.
Refrijal menilai solusi yang ditawarkan Kementerian BUMN dan Jiwasraya dari yang ia dengar terkait pembayaran klaim hanya mengulur waktu dan tak memecahkan masalah.
Padahal, menurut dia, jika tidak segera dibayarkan, maka tunggakannya berpotensi bertambah. Di samping itu, klaim polis jatuh tempo ini berkaitan dengan kepentingan nasabah, baik untuk biaya kesehatan, pendidikan, maupun kematian.
"Harus ada solusi membayar klaim, makanya ini harus ada tindakan super cepat dari Kementerian BUMN. Kalau tidak ini akan menjadi bom waktu yang meledak," katanya kepada
CNNIndonesia.com.Kementerian BUMN dan Jiwasraya sebelumnya telah menyusun beberapa jalan keluar terkait permasalahan likuiditas perseroan. Langkah tersebut meliputi restrukturisasi aset finansial lewat repurchase agreement (repo), optimalisasi aset properti, pengembangan bisnis digital, dan penerbitan obligasi jangka panjang.
Jiwasraya juga tengah membentuk anak usaha dengan menggandeng perusahaan plat merah lain. Anak perusahaan ini membuka kesempatan bagi Jiwasraya untuk mengeluarkan produk asuransi baru.
Namun demikian, Refrizal menilai solusi itu lebih tepat untuk menjawab persoalan manajemen dalam tubuh Jiwasraya yang saat ini masih dalam proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini berbeda dengan solusi pembayaran tunggakan klaim polis bancassurance yang sudah jatuh tempo dan bersifat mendesak. Menurutnya, solusi alternatif jangka pendek adalah melakukan pinjaman kepada negara.
"Pinjaman dari negara dulu, baik dari BUMN yang masih memiliki dana mengendap atau dari Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Intinya, dana mana yang bisa dipakai, karena ini sifatnya darurat, orang butuhnya sekarang," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate mengatakan pemerintah harus segera menemukan akar permasalahan Jiwasraya, meskipun perusahaan mengklaim masalah yang dihadapi saat ini adalah tekanan likuiditas.
"Kalau masalah likuiditas itu masalah jangka pendek, bisa diselesaikan. Kalau masalah solvabilitas itu terkait dengan kewajiban yang lebih besar dan dia bersifat sistematis jangka panjang," ujarnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, OJK memiliki kewenangan untuk menempatkan pengelola statuter sebagaimana yang terjadi pada Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera. Namun demikian, ia mengaku bahwa DPR belum melakukan komunikasi lebih lanjut dengan OJK terkait perkembangan kasus ini.
"Kalau ada masalah serius yang harus dilakukan oleh OJK adalah memasukkan pengelola statuter di Jiwasraya," pungkasnya.
Permasalahan pembayaran klaim Jiwasraya terungkap saat perusahaan mengeluarkan surat penundaan pembayaran klaim jatuh tempo kepada 711 pemilik polis dengan total mencapai Rp802 miliar pada Oktober 2018 lalu.
Keputusan ini diambil lantaran perseroan mengaku mengalami tekanan likuiditas. Perusahaan baru membayarkan bunga sebesar Rp96,58 miliar atas 1.286 polis asuransi yang jatuh tempo.
Kepada nasabah, mereka berjanji akan mulai membayar secara bertahap nilai pokok bagi nasabah yang tidak melakukan perpanjangan (roll over) pada kuartal II 2019, namun itu pun bersifat tentatif.
[Gambas:Video CNN] (ulf/agi)