Semarang, CNN Indonesia -- Dalam hitungan hari, seluruh masyarakat Indonesia akan memilih presiden baru dan wakil rakyat. Gelaran
Pilpres dan
Pemilu 2019 tersebut diperkirakan memiliki dampak besar terhadap perekonomian, baik positif maupun negatif.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan secara umum dampak penyelenggaraan Pemilu terhadap perekonomian kemungkinan besar akan positif. Pasalnya, terdapat berbagai macam jenis belanja yang akan mengerek konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).
"Tetapi, apakah dampaknya (konsumsi LNPRT) cukup nendang terhadap pertumbuhan ekonomi? Saya rasa tidak," ujar Eko kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eko beralasan kontribusi LNPRT pada struktur Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sangat kecil. Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu, LNPRT tumbuh 12,43 persen.
Tapi kontribusinya terhadap PDB hanya 1,18 persen. Sementara, porsi konsumsi rumah tangga mencapai 56,07 persen dan investasi 32,57 persen. "Dua tahun penyelenggaraan Pilkada serentak juga menggambarkan tidak ada efek yang kencang terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemilu sekarang juga sama, ada peningkatan tetapi tidak signifikan," ujarnya.
Tahun ini, dampak Pemilu mungkin akan sedikit lebih besar terhadap perekonomian. Pasalnya, pelaksanaan Pilpres digabung dengan Pemilihan Legislatif (Pileg).
Sama seperti periode sebelumnya, bisnis iklan baik itu di media cetak dan elektronik akan mendapatkan angin segar di musim kampanye. Selain itu, meski pengeluaran kampanye dibatasi, bisnis spanduk dan atribut kampanye juga akan menggeliat.
Tak hanya itu, perkembangan teknologi, juga membuat bisnis promosi melalui media sosial juga akan ketiban untung. Imbasnya, konsumsi masyarakat juga akan sedikit meningkat.
[Gambas:Video CNN]
"Kampanye di mana-mana pasti ada dampaknya. Belanja calon legislatif baik untuk atribut atau mengadakan pertemuan dan kampanye akbar pasti butuh logistik," ujarnya.
Di sisi lain, penyelenggaraan Pemilu juga memberikan dampak negatif. Penyelenggaraan pemilu bisa membuat investor menunda investasi mereka sampai pesta demokrasi usai dan mereka mendapatkan gambaran jelas mengenai kebijakan yang akan diambil pemerintah di masa yang akan datang.
"Apalagi sektor keuangan. Biasanya mereka akan menahan dulu," ujarnya.
Meskipun demikian, Eko menilai sikap
wait and see investor juga dipengaruhi oleh proyeksi pelemahan permintaan ke depan. Proyeksi muncul seiring perlambatan ekonomi global, terutama yang berasal dari negara maju.
Sebagai catatan, Dana Moneter Internasional (IMF) pekan ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari perkiraan Januari lalu 3,5 persen menjadi 3,3 persen. "Dugaan saya, sikap
wait and see lebih karena ekonomi global yang turun," ujarnya.
Selain itu, penyelenggaraan Pemilu juga membuat perusahaan meliburkan karyawan. Dengan demikian, kegiatan produksi pada penyelenggaraan Pemilu akan terhenti.
Untuk itu, perusahaan biasanya akan mengantisipasi dengan meningkatkan produksi sebelum Pemilu atau mengatur jadwal pengiriman barang agar tidak ada keterlambatan.
"Karena Pemilu sudah disosialisasikan sejak jauh-jauh hari, biasanya pelaku usaha juga sudah mengantisipasi," ujarnya.
Mengingat dampak positif Pemilu lebih besar dari dampak negatifnya Eko memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II setidaknya bisa menyentuh 5,2 persen. Namun demikian, jika dibandingkan gelaran Pemilu, faktor Ramadan dan lebaran pengaruhnya masih akan lebih besar terhadap perekonomian kuartal II 2019.
Kondisi ini menurut Eko wajar. Pertumbuhan ekonomi suatu negara memang seharusnya tidak mengandalkan dorongan semata-mata dari Pemilu.
Wakil Ketua Umum Bidang Industri Pangan Strategis Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Juan Permata Adoe menilai industri pangan diuntungkan oleh penyelenggaraan Pemilu.
"Industri makan diuntungkan karena Pilpres, Pileg, dan Pemilihan anggota DPD merupakan pesta demokrasi sehingga konsumsi naik," ujarnya.
Bagi pelaku usaha, Pemilu membuka kesempatan untuk memilih pemimpin berdasarkan program yang disampaikan oleh para kontestan. Dalam memilih, pelaku usaha akan mempertimbangkan program para calon dengan rencana bisnis yang ke depan.
Program tersebut akan membantu pelaku usaha menyusun perencanaan bisnis dengan lebih teliti. Karenanya, Juan menilai imbas negatif Pemilu hampir tidak ada pada industrinya. Terkait hari libur pada penyelenggaraan pemilu, sebagian industri mewajibkan pekerjanya untuk tetap masuk setelah memilih. Pekerja tersebut akan dibayar uang lebih.
"Memang biayanya bertambah tetapi masih bisa dilakukan dibandingkan libur satu hari akan lebih masalah," ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menilai penyelenggaraan Pemilu tidak berdampak signifikan terhadap kegiatan usahanya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perusahaan biasanya telah mengatur jadwal pengiriman agar tidak ada keterlambatan.
"Pemesanan biasanya sudah dilakukan dalam satu tahun atau setengah tahun sebelumnya," ujarnya.
Jadwal pekerja juga disesuaikan dengan hari libur. Mengingat penyelenggaraan Pemilu merupakan hari libur nasional, perusahaan ada yang mengatur jam kerja karyawan agar dalam seminggu tetap terpenuhi 40 jam. Misalnya, karyawan masuk pada hari Sabtu atau Minggu.
"Jadi tantangannya hanya masalah mengatur waktu saja," ujarnya.
Selanjutnya, Benny berharap siapapun presiden yang terpilih akan mempertahankan atau meningkatkan kebijakan perdagangan internasional yang berjalan sekarang.
"Sekarang, kerja sama antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri semakin erat kalau bisa ditingkatkan," ujarnya.
(sfr/agt)