Jokowi Berambisi Patok Ekonomi RI Tumbuh 5,6 Persen pada 2020

CNN Indonesia
Selasa, 23 Apr 2019 19:16 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus angka 5,6 persen pada 2020, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus angka 5,6 persen pada 2020, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan).
Bogor, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus angka 5,6 persen pada 2020. Target itu meningkat dari pembahasan awal sebesar 5,3-5,5 persen.
Begitu pula dari realisasi pada 2018 yakni 5,17 persen dan target 2019 yang sebesar 5,3 persen.

Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai melangsungkan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada Selasa (23/4).

Kendati begitu, Ani, begitu ia akrab disapa, mengatakan pemerintah akan menuangkan target pertumbuhan ekonomi pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Target tersebut akan disampaikan sebagai asumsi makro pagu indikatif Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2020 ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Mei 2019.


"Kami sepakat berasumsi pertumbuhan ekonomi akan berkisar 5,3-5,6 persen, tapi presiden berharap kami bisa pacu sampai 5,6 persen," ungkap Ani.

Ani menerangkan target pertumbuhan ekonomi tersebut akan ditopang oleh indikator konsumsi yang diperkirakan tumbuh mencapai 5,2 persen. Sementara itu, indikator investasi diharapkan menembus angak 7,5 persen. Kemudian, ekspor diperkirakan akan tumbuh 7 persen dan impor di kisaran 6 persen.

"Kami melihat produktivitas masing-masing sektor, apakah pertanian dan manufaktur yang selama ini kami harapkan bisa tumbuh di atas selama ini yang hanya sekitar 4-5 persen. Kami harapkan bisa lebih tinggi," ujar bendahara negara itu.

Bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu, target-target itu sejatinya melambung cukup tinggi. Investasi misalnya, pada tahun lalu, realisasi investasi yang mengalir di Indonesia hanya sekitar 6,67 persen. Begitu pula dengan konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh di kisaran 5,05 persen dan ekspor tumbuh 6,48 persen.


Di sisi lain, indikator asumsi makro lainnya, yaitu inflasi dipatok sebesar 2 persen sampai 4 persen. Target tersebut lebih rendah dari tahun ini sebesar 3,5 persen plus minus 1 persen atau setara 2,5-4,5 persen.

Kemudian, nilai tukar rupiah dipatok di kisaran Rp14-15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Kurs mata uang Garuda sejatinya tak banyak berubah dari patokan pada tahun ini sebesar Rp15 ribu per dolar AS.

Begitu juga dengan suku bunga SPN bertenor tiga bulan sebesar 5 persen sampai 5,3 persen. Sementara tahun ini sebesar 5,3 persen.

"Nilai tukar masih bervariasi karena tahun ini kami pakai Rp15 ribu per dolar AS, tapi sekarang sudah Rp14 ribu per dolar AS, jadi kami akan menggunakan range yang masih lebar," jelasnya.


Selanjutnya, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oils Price/ICP) ditetapkan sebesar US$60-70 per barel. Asumsi ICP tersebut sedikit lebih rendah ketimbang tahun ini yang mantap ditetapkan pada angka US$70 per barel.

"Untuk lifting migas, kira-kira setara dengan yang selama ini diproduksi, meskipun angkanya masih dalam range," ucapnya.

Sayangnya, Ani enggan merinci angka target lifting migas maupun gas tersebut. Namun, pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 775 ribu barel per hari dan lifting gas 1,25 juta barel per hari pada tahun ini.

[Gambas:Video CNN] (uli/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER