Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang
Kemaritiman mengaku proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (
PLTU) yang ditawarkan kepada China menggunakan teknologi ultra-super critical (USC).
Teknologi USC memungkinkan penggunaan batu bara untuk sumber daya yang lebih efisien dibandingkan teknologi konvensional.
"Kemarin, saya sendiri mendengar langsung dialog antara Pak Menko (Menko Perekonomian) Luhut Pandjaitan dengan salah satu perusahaan dari Tiongkok yang bicara soal teknologi. Berulang-ulang disebut teknologi ultra-super critical karena kami ingin pastikan betul datang ke sini jangan bawa teknologi yang tidak ramah lingkungan," ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin dalam paparan Forum Wartawan Kemenko Bidang Kemaritiman di Jakarta, Senin (29/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, lanjut Ridwan, Indonesia memiliki sumber daya batu bara yang besar. Maka itu, pemerintah terus memantau pemanfaatannya dengan ketat.
Penggunaan teknologi USC bukan berarti menghilangkan total emisi dari pembangkit batu bara, melainkan hanya meminimalkan penggunaan sekaligus emisi yang keluar.
"Programnya (proyek yang ditawarkan) sebagian besar adalah program pembangkit di mulut tambang. Kita punya batu bara, kita butuh listriknya, selama kita bisa mengendalikan tidak apa. Kalau tidak, batu bara mau dibuat apa," ujarnya.
Ridwan mengungkapkan, dalam menyusun strategi pemenuhan energi, pemerintah berupaya menyeimbangkan antara manfaat ekonomi terhadap pembangunan dan upaya melindungi lingkungan. Kendati demikian, dalam pembangunan, pasti ada biaya yang dibayar.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengkritik langkah pemerintah yang menawarkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam Belt and Road Initiative (BRI) asal China. Langkah itu dianggap bertentangan dengan janji pemerintah yang ingin mengedepankan proyek ramah lingkungan.
Dalam BRI, pemerintah menawarkan empat PLTU di dalam KTT tersebut, yakni PLTU Celukan Bawang di Bali, PLTU mulut tambang Kalselteng 3, PLTU mulut tambang Kalselteng 4, dan PLTU berkapasitas 1.000 Megawatt di Kalimantan Utara.
"Kami menilai batu bara adalah energi yang kotor, sehingga sejatinya pemerintah sendiri tak memiliki sensitivitas terhadap perubahan iklim dan lingkungan hidup sehingga kami menilai ini adalah langkah yang hipokrit," ujar Manajer Kampanye Iklim dan Keadilan Ekonomi Walhi Yuyun Harmono kepada media di Jakarta.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, batu bara masih menjadi sumber energi primer terbesar pembangkit di Indonesia. Tahun lalu, porsi batu bara mencapai 60,5 persen dari total seluruh bauran energi.
[Gambas:Video CNN] (sfr/lav)