Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Federal Australia telah memerintahkan PT
Garuda Indonesia Tbk untuk membayar
denda sebesar 19 juta dolar Australia atau sekitar Rp189 miliar (asumsi kurs Rp9.948 per dolar Australia). BUMN tersebut didenda lantaran dianggap melakukan kolusi terkait biaya dan biaya tambahan angkutan udara.
Hal tersebut disampaikan regulator persaingan usaha Australia, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (31/5).
Pengadilan menemukan bahwa antara 2003 dan 2006, Garuda melakukan kesepakatan dengan sejumlah maskapai terkait penetapan harga keamanan, biaya tambahan bahan bakar, serta biaya bea cukai dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merespons hal tersebut, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia
Ikhsan Rosan menjelaskan kejadian tersebut merupakan kasus lama dan belum berkekuatan hukum tetap, sehingga masih ada celah hukum yang memungkinkan untuk melakukan banding.
Sebenarnya, menurut dia, Australian Competition & Consumer Commission (
ACCC) menuduh 15 maskapai melakukan kesepakatan dan penetapan harga untuk rute pengangkutan kargo menuju
jurisdiksi Australia. Namun, hanya Garuda Indonesia dan Air New
Zealand yang mengajukan upaya hukum sejak di tingkat pertama di Federal Court sampai dengan Kasasi ke High Court Australia
"Sedangkan 13 airline lain memutuskan untuk melalui mekanisme perdamaian dengan mengaku bersalah, dan telah dikenai denda dan jumlah ganti rugi mulai dari 3 juta hingga 20 juta dolar Australia," jelas dia.
Ia menjabarkan Pengadilan Federal Australia pada 31 Oktober 2014 sebenarnya sudah menolak gugatan
ACCC yang menguntungkan Garuda Indonesia dan Air New
Zealand. dengan pertimbangan pasar yang bersangkutan (yurisdiksi) berada di Indonesia. Namun, dalam pengadilan banding 14 Juni 2017, High Court Australia mengabulkan gugatan
ACCC dengan
doktrin effect dan Garuda Indonesia-Air New
Zealand dinyatakan bersalah atas tuduhan tersebut.
Kemudian pada 30 Mei 2019, Federal Court Australia menjatuhkan putusan, dan Garuda Indonesia-Air New
Zealand dikenakan denda sebesar 19 juta dolar Australia dan diminta untuk membayar biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh
ACCC.
"Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak fair dan Garuda Indonesia tidak pernah melakukan praktek tersebut dalam
bisnisnya, dan tuduhan ini tidak patut," jelas dia.
Menurut dia, denda dalam perkara ini juga seharusnya tidak lebih dari 2,5 juta dolar Australia, dengan pertimbangan bahwa pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat kejadian perkara ini terjadi adalah sebesar 1,1 juta dolar Australia dan pendapatan pengangkutan kargo dari Hong Kong sebesar US$656 ribu.
"Garuda Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi intens dengan Kedubes Australia sejak tahun 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri sejak 2016 karena kasus hukum ini menyangkut "Interstate Diplomacy".
Kami juga sebelumnya juga telah berkoordinasi secara rutin dengan KPPU Indonesia," pungkas dia.
[Gambas:Video CNN] (aud/agi)