Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Amerika Serikat (AS) menerapkan tarif lima persen untuk barang-barang dari
Meksiko disebut akan berimbas besar terhadap nasib pekerja AS, terutama di Texas. Tidak kurang dari 400 ribu lapangan
pekerjaan di AS diperkirakan lenyap jika
perang dagang AS-Meksiko dimulai, ditandai dengan tarif impor.
Analis Perryman Group menyebut Texas merupakan pasar ekspor terbesar Meksiko saat ini. Hubungan ekonomi Meksiko dengan Texas sangat erat. Namun, Presiden AS Donald Trump tetap mengancam mitra dagang terbesarnya itu dengan tarif impor jika Meksiko tidak meningkatkan tindakan penegakan hukum keimigrasian.
"Menerapkan tarif pada semua barang dari mitra dagang terbesar kami akan berakibat pada kenaikan biaya yang signifikan dan kerugian lainnya bagi perekonomian. Dampak tersebut akan jauh lebih besar ke depannya," ujar CEO Perryman Group Ray Perryman, mengutip
CNN.com, Kamis (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan sebagian besar dampak tensi tinggi AS-Meksiko akan menghantam sektor ritel, mulai dari toko pakaian, furnitur, restoran, hingga diler onderdil. Industri ini, menurut hitung-hitungan Perryman, akan menghilangkan 136.516 pekerjaan.
Selain itu, industri manufaktur yang dijanjikan Trump sebagai penopang perdagangan yang agresif, akan kehilangan lebih dari 50 ribu pekerjaan. "Kepedihan ekonomi akan lebih besar jika Meksiko membalas dengan mengenakan tarifnya sendiri," imbuh dia.
Perryman mengingatkan konsekuensi di atas belum memperhitungkan tarif impor kalau menyentuh 25 persen, termasuk peningkatan tensi perang dagang antara AS dan China, dua ekonomi terbesar di dunia.
Ekonom PNC Gus Faucher punya pendapat berbeda. Menurut dia, potensi kehilangan 400 ribu pekerjaan sangat berlebihan. Bahkan, ia menyebut analisis Perryman tidak memperhitungkan respons positif dari rencana bank sentral AS The Fed, yang akan memangkas suku bunga acuannya.
Namun, ia mengakui perang dagang AS-Meksiko dapat meningkatkan risiko resesi. Apalagi jika tarif impor yang diberlakukan mencapai 25 persen.
"Sangat mudah untuk melihat bagaimana situasi ini bisa berubah menjadi resesi yang mengakibatkan hilangnya pekerjaan secara signifikan. Ini negatif untuk ekonomi AS. Itu ide yang buruk," terang Faucher.
(cnn/bir)