Perang Dagang dan Proyeksi Ekonomi Bikin Rupiah Melemah

CNN Indonesia
Selasa, 02 Jul 2019 16:49 WIB
Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.139 per dolar AS pada perdagangan Selasa (2/7) sore, atau melemah dibanding penutupan Senin (1/7).
Ilustrasi dolar Amerika Serikat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.139 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Selasa (2/7) sore. Angka itu melemah persen dibandingkan penutupan Senin (1/7) yakni Rp14.112 per dolar AS.

Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.140 per dolar AS atau melemah dibanding kemarin yakni Rp14.170. Sepanjang hari ini, rupiah bergerak di dalam rentang Rp14.124 hingga Rp14.146 per dolar AS.

Mata uang utama Asia tercatat melemah pada hari ini. Dolar Singapura melemah 0,02 persen, ringgit Malaysia melemah 0,08 persen, rupee India melemah 0,12 persen, dan baht Thailand melemah 0,14 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, peso Filipina melemah 0,23 persen, yuan China melemah 0,34 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,64 persen. Namun di sisi lain, terdapat pula mata uang yang menguat seperti dolar Hong Kong sebesar 0,12 persen dan yen Jepang sebesar 0,22 persen.


Di sisi lain, pergerakan mata uang negara maju terbilang bervariasi terhadap dolar AS. Poundsterling Inggris melemah 0,19 persen, namun euro menguat 0,08 persen dan dolar Australia menguat 0,23 persen.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan banyak sentimen negatif yang mengerubungi rupiah pada hari ini. Pertama, selera investor mulai memudar setelah ada pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akhir pekan lalu.

Alasannya, pasar menyadari bahwa negosiasi perang dagang antara AS dan China masih harus melalui jalan panjang. Terlebih, Trump malah mengatakan bahwa kesepakatan perang dagang harus menguntungkan AS.

"Pernyataan Trump ini berpotensi menyulut emosi Beijing. Bisa-bisa negosiasi berlangsung alot dan risiko kebuntuan (deadlock) tidak bisa dihindarkan," jelas Ibrahim, Selasa (2/7).


Lebih lanjut ia menuturkan, laporan Bank Dunia menyebut risiko pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat karena tidak moncernya perdagangan Indonesia gara-gara tertekan perang dagang.

"Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi tahun ini masih bisa tumbuh 5,1 persen dan meningkat menjadi 5,2 persen pada tahun depan," tutur dia. (glh/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER