Wamen Arcandra Sebut Migas Bukan Cuma Komoditas Devisa

CNN Indonesia
Sabtu, 13 Jul 2019 06:30 WIB
Menteri ESDM Arcandra Tahar menyebut sektor migas membantu produksi barang-barang nonmigas yang turut mendorong surplus pada neraca perdagangan.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar meminta sektor migas dilihat sebagai faktor penggerak ekonomi dalam negeri bukan semata-mata komoditas penghasil devisa. Hal disampaikannya untuk merespons anggapan komoditas migas sebagai biang keladi defisit neraca perdagangan.

Menurut Arcandra, neraca perdagangan perlu dilihat secara komprehensif, tidak secara sektoral. Jika dilihat secara holistik, penurunan ekspor maupun kenaikan impor migas menandakan geliat produksi domestik yang berujung pada peningkatan surplus nonmigas.

"Gas bukan lagi bahan baku yang diekspor LNG tetapi dia berubah wujud. Wujudnya itu menghasilkan devisa yaitu nonmigas," ujar Arcandra di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, lanjut Arcandra, sekitar 60 persen gas yang dihasilkan di Indonesia digunakan untuk industri dalam negeri seperti pupuk, kaca, dan petrochemical. Produk-produk yang dihasilkan dari gas itu dicatat di sektor nonmigas sehingga neraca nonmigas bisa mencetak surplus.

"Bagus tidak kalau makin lama gas digunakan di dalam negeri? Tetapi ekspor gas akan turun?" ujarnya.


Hal yang sama, menurut dia, juga terjadi pada minyak. Seiring pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah kendaraan, kebutuhan bahan bakar juga meningkat.

Saat ini, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) mencapai sekitar 1 juta hingga 2 juta barel per hari (bph). Sementara, produksi minyak mentah Indonesia saat ini telah memasuki fase penurunan alami.

Tahun ini, rata-rata produksi minyak mentah hanya akan berkisar 750 ribu barel per hari (bph). Konsekuensinya, Indonesia masih harus mengimpor minyak dari luar.


Untuk menurunkan impor BBM, menurut dia, pemerintah tengah mendorong pembangunan kilang di dalam negeri. Keberadaan kilang yang mengolah bahan bakar di dalam negeri dapat menekan impor minyak. Pasalnya, nilai impor BBM lebih mahal dibandingkan impor minyak mentah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Januari-Maret 2019 tercatat defisit minus US$2,14 miliar atau merosot 25,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor migas tercatat defisit US$3,76 miliar, merosot 26,6 persen secara tahunan.

Sementara, sektor nonmigas tercatat surplus US$1,62 miliar, turun 28,3 persen dibandingkan akumulasi Januari-Maret 2018. (sfr/agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER