Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (
SKK Migas) mencatat realisasi produksi siap jual(lifting) minyak dan gas bumi (
migas) hingga akhir semester I 2019 mencapai 1,81 juta barel per hari (bph). Realisasi tersebut setara dengan 86 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher mengungkapkan sebagian besar lapangan di Indonesia sudah berada pada fase penurunan produksi alami. Bahkan, rata-rata penurunannya sebesar 15 hingga 20 persen.
"Namun, dengan upaya optimalisasi serta pengembangan baru melalui pengeboran sumur baru, beroperasinya (onstream) proyek baru, dan pemeliharaan yang optimal, khususnya untuk minyak, tingkat penurunannya bisa dimininalkan di bawah 5 persen," ujar Wisnu dalam keterangan tertulis kepada awak media, dikutip Selasa (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wisnu merinci untuk minyak, realisasi liftingnya sepanjang paruh pertama ini mencapai 752 ribu bph atau 97 persen dari target. Kondisi tersebut tidak lepas dari kemampuan cadangan minyak yang terbatas.
"Namun demikian stok minyak juga diminimalkan, sehinga dalam beberapa bulan terakhir lifting minyak lebih besar dari produksinya," katanya.
Lifting minyak terbesar berasal dari Blok Cepu yang dioperatori oleh ExxonMobil sebesar 220 ribu bph. Kemudian, lifting minyak dari Blok Rokan yang dioperasikan oleh PT Chevron Pasifik Indonesia mengekor sebesar 194 ribu bph. Selanjutnya, realisasi lifting PT Pertamina EP tercatat 80 ribu bph.
Pada paruh kedua 2019, tiga proyek akan mulai beroperasi, yaitu lapangan YY-ONWJ, Panen-Jabung, dan Kedung Keris-Cepu. Operasional ketiga proyek tersebut akan memberikan tambahan produksi minyak sebesar 10.000 bph mulai kuartal IV 2019.
"Tambahan produksi minyak lainnya di semester II 2019 juga diharapkan berasal dari Blok Merangin II, dengan tambahan produksi sekitar 1.500 bph dari produksi eksisting di awal 2019," imbuh Wisnu.
Selanjutnya, untuk realisasi penyaluran dan lifting gas selama enam bulan pertama tahun ini tercatat 5.913 mmscfd atau setara 1.056 ribu bph. Artinya, realisasi lifting gas baru mencapai 86 persen dari target APBN 2019.
Menurut Wisnu, penyerapan oleh pembeli (buyer) cukup menentukan dalam penyaluran gas. Salah satunya, kargo LNG di Bontang, Kalimatan Timur (Kaltim), yang belum diserap maksimal oleh Pertamina sebagai buyer.
Hal itu, menyebabkan harus ada penyerapan gas di Bontang rata-rata sekitar 200 mmscfd dari semua produsen gas di Kaltim sejak awal Juni hingga saat ini.
"Beberapa sumur pengembangan baru, antara lain di Mahakam dan Pangkah, masih belum memberikan output produksi yang optimal, dan masih di bawah prognosis. Diharapkan, pengeboran sumur baru di Semester II 2019 dapat lebih baik hasilnya," jelasnya.
[Gambas:Video CNN]Sampai akhir Semester I 2019, proyek gas di TSB Phase 2 dan Seng Segat sudah beroperasi. Tambahan produksi dari keduanya secara total sampai saat ini sekitar 220 mmscfd dan dan sudah diserap oleh buyer domestik.
Wisnu optimistis penyaluran gas di semester II akan semakin maksimal. Hal itu seiring dengan estimasi kebutuhan energi yang lebih besar di paruh kedua tahun ini. Terlebih, hingga akhir 2019, masih terdapat 6 proyek gas yang akan beroperasi dengan estimasi tambahan total produksi gas sebesar 280 mmscfd untuk.
"Secara keseluruhan, penyerapan gas bisa lebih baik di semester II 2019," tutur dia.
Ke depan, SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama akan terus berupaya melaksanakan program pengembangan secara berkelanjutan. Selain itu, kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan migas akan terus dilakukan.
(sfr/bir)