Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Perpajakan Darussalam mendesak pemerintah menegakkan sanksi bagi Wajib Pajak (WP) yang melanggar ketentuan
amnesti pajak (
tax amnesty). Bukannya malah melempar wacana menggelar
tax amnesty jilid II.
Sebab, ia menilai penegakan hukum lebih penting. "Siklusnya dimana-mana setelah era
tax amnesty adalah era penegakan hukum," ujarnya, yang juga menjabat sebagai Managing Partner DDTC, Rabu (14/8).
Ia mengimbau pemerintah agar tidak gegabah menyelenggarakan
tax amnesty jilid II, meskipun di satu sisi pelaku usaha mengusulkan kelanjutan program itu. Menurut dia, sudah sepatutnya pemerintah memastikan motif pelaku usaha dalam mengusulkan pelaksanaan
tax amnesty jilid II.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pastikan definisi
tax amnesty yang diminta itu apa. Kalau memang ingin minta, tujuannya apa, karena yang kami tangkap hari ini hanya ada
statement (pernyataan) menyesal tidak ikut
tax amnesty, tetapi tujuannya apa?" jelasnya.
Ia khawatir
tax amnesty jilid II justru hanya dimanfaatkan oleh WP yang mangkir dari
tax amnesty I untuk menghindari ketentuan sanksi. Apalagi, mereka menyadari pemerintah mengantongi data wajib pajak beserta kewajiban setorannya melalui pertukaran data keuangan secara otomatis (
Automatic Exchange of Information/AEoI).
AEoI merupakan program pertukaran informasi rekening wajib pajak antar negara. Program ini otomatis membuka data harta WNI di negara anggota.
"Ketika mereka tahu bahwa informasi data keuangan sudah dipegang otoritas pajak, mereka akan kena implikasi dampak hukum dari
tax amnesty jilid pertama, sehingga mereka minta ada lagi dong
tax amnesty jilid II agar kami bisa ikut dan tidak terkena dampak implikasi hukum dari
tax amnesty jilid pertama," imbuh Darussalam.
Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengamini gagasan Darussalam. Ia memprediksi penerimaan negara dari penegakan sanksi tax amnesty bakal lebih besar ketimbang kembali menyelenggarakan
tax amnesty jilid II.
"Prinsipnya itu seperti memberikan diskon atau obral. Misalnya, toko saya melakukan obral, meski barang habis tapi dapatnya sedikit. Tetapi, kalau barangnya saya naikkan mungkin yang terjual hanya 25 persen, tetapi hasilnya lebih banyak," katanya.
Ia juga mendorong pemerintah memanfaatkan data wajib pajak dari AEoI untuk menggenjot penerimaan pajak. Toh, lanjutnya, data yang dikantongi pemerintah mencakup informasi detail terkait wajib pajak. Dengan data tersebut, ia menilai pelaksanaan tax amnesty jilid II kini tak relevan.
"
Tax amnesty pertama saya
support (dukung), tetapi sekarang kondisinya tidak
support karena ada satu faktor, yakni sekarang ini informasi sudah dipegang oleh otoritas pajak," tandasnya.
[Gambas:Video CNN] (ulf/bir)