Jakarta, CNN Indonesia -- PT AKR Corporindo memutuskan berhenti menyalurkan
solar subsidi lantaran harga yang ditetapkan pemerintah tak ekonomis. Kondisi tersebut membuat
untung yang dikantongi
perusahaan tak seberapa dibandingkan beban yang harus dipikul.
Penghentian ini dilakukan sejak Mei 2019 kemarin. Namun, manajemen menyebut keputusan itu hanya sementara sembari menunggu keputusan pemerintah soal formula BBM yang diajukan oleh perusahaan.
"Saat ini untuk sementara berhenti karena terkendala formula, sekarang sedang difasilitasi dari Kementerian ESM dicarikan solusi," ucap Head of Retail AKR Corporindo Mulyadi, Rabu (21/8) kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merespons keputusan AKR tersebut, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku telah mengirim surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam surat itu mereka mempertanyakan nasib kuota solar subsidi yang harus disalurkan oleh PT AKR Corporindo Tbk.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyatakan AKR memiliki jatah untuk menyalurkan solar bersubsidi sebanyak 234 ribu kiloliter (kl). Namun, perusahaan itu baru merealisasikan penjualan solar subsidi sekitar 100 ribu kl.
"Kami menunggu jawaban (dari Kementerian ESDM) sudah ada terkait apakah tetap mempersilahkan AKR atau mengalihkan kuota AKR ke yang lain," ucap Fanshurullah.
Mengacu pada Surat Keputusan Penugasan sebagai Pelaksana Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu (P3JBT) 2017, badan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan solar bersubsidi adalah AKR Corporindo dan PT Pertamina (Persero). Ini berarti, sisa solar subsidi yang belum disalurkan oleh AKR Corporindo bisa saja dialihkan ke Pertamina.
Sementara itu, BPH Migas memperkirakan konsumsi solar bersubsidi tahun ini akan membengkak jadi 15,31 juta kiloliter (kl) sampai 15,94 juta kl pada tahun ini. Padahal, pemerintah hanya menetapkan sebanyak 14,5 juta kl dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Potensi pembengkakan subsidi timbul lantaran konsumsi solar bersubsidi sudah membludak sejak awal tahun. Lihat saja, dari Januari sampai Juli 2019 sudah menyentuh 9,04 juta kl atau setara dengan 62 persen dari kuota.
"Pada saat penetapan kuota volume pada 2019 belum tahu realisasi 2018, karena pada tiga tahun sebelumnya selalu di bawah 14,5 juta kl,"pungkasFanshurullah.
[Gambas:Video CNN] (aud/agt)