Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perhubungan
Budi Karya Sumadi menegaskan tidak ada ganti rugi bagi penumpang pesawat yang tertunda (
delay) akibat kabut asap di Pulau Kalimantan karena kebakaran hutan dan lahan (
karhutla). Alasannya, kondisi tersebut merupakan
force majeure (kejadian luar biasa di luar kemampuan manusia). Bukan bentuk kesalahan dari pihak
maskapai penerbangan.
"Ini bisa dikatakan
force majeure, jadi memang kami tidak bisa mengenakan ganti rugi pada penerbangan, karena penerbangan pada dasarnya siap untuk terbang," katanya, Senin (16/9).
Ia menyatakan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menimbulkan kerugian bagi industri penerbangan. Hal serupa juga dialami penumpang yang terpaksa menunda kepergiannya. Namun begitu, ia mengaku pemerintah belum mengantongi angka estimasi kerugian tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasti ada kerugian karena ada
delay,
delay itu bagi penerbangan itu kerugian. Kalau delay lebih dari 2 jam mereka harus membatalkan penerbangan," jelasnya.
Pemerintah sendiri belum mengantongi solusi jangka panjang sebagai langkah antisipatif atas kondisi tersebut. Satu-satunya cara adalah mencegah karhutla.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B. Pramesti mengatakan pihaknya masih menghitung total penerbangan yang mengalami delay. Sebab, angkanya terus bergerak setiap hari. Wilayah terparah korban kabut asap adalah Sampit, Kalimantan Tengah dan Pontianak, Kalimatan Barat.
Kondisi tersebut sangat mengganggu penerbangan di wilayah tersebut. Bahkan, pada Minggu (15/9), sebanyak 80 persen penerbangan di Bandara Supadio Pontianak lumpuh.
"Pontianak kemarin sama sekali tak dapat dilakukan penerbangan," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menilai langkah penanggulangan bencana karhutla terkendala kondisi langit yang cenderung bersih dan tidak berawan.
Menurutnya kondisi tersebut menyulitkan upaya pemerintah membuat hujan buatan di kawasan yang terdapat titik api (hotspot).
"Sejak Juli sampai hari ini, langit Indonesia itu bersih hampir tidak ada awan. Sehingga upaya yang disiapkan BNPB untuk membuat hujan buatan tidak mudah terjadi," tandas Dwikorita.
[Gambas:Video CNN] (ulf/bir)