BPS Ramal Kenaikan Iuran BPJS Tak Kerek Inflasi 2020

CNN Indonesia
Senin, 02 Des 2019 18:18 WIB
BPS menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan mendongkrak inflasi pada 2020.
BPS menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan mengerek inflasi. (CNN Indonesia/Galih Gumelar).
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020 tidak akan mengerek tingkat inflasi nasional pada tahun depan. Sebab, pengeluaran asuransi tidak termasuk komponen pengeluaran rutin bulanan masyarakat yang disurvei oleh BPS.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan data inflasi nasional yang dikeluarkan oleh lembaganya hanya mengukur tingkat pengeluaran konsumsi bulanan. Sementara pengeluaran untuk pembayaran iuran kepesertaan BPJS Kesehatan masuk kategori di luar perhitungan itu.

"Life insurance maupun non insurance tidak masuk konsumsi, masuknya (kategori) transfer, sehingga kenaikan BPJS tidak akan mempengaruhi inflasi kita," ucap Suhariyanto di Kantor BPS, Senin (2/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan sekitar 100 persen alias dua kali lipat pada tahun depan. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Berdasarkan beleid tersebut, iuran kepesertaan untuk kelas Mandiri I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan dan kelas Mandiri III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.

Di sisi lain, Suhariyanto belum bisa memperkirakan berapa sumbangan inflasi dari rencana kenaikan tarif listrik pada tahun depan. Sebab, rencana kenaikan dinilai belum pasti, sehingga belum bisa dikalkulasikan dampaknya.

"Tapi kalau membicarakan tarif dasar listrik karena bobotnya besar, pasti akan berpengaruh. Tapi ini belum positif, kita harapkan tentu tidak ada kebijakan yang terlalu drastis, sehingga mempengaruhi inflasi administered price," pungkasnya.

Sebagai informasi, BPS mencatat inflasi sebesar 0,14 persen secara bulanan pada November 2019. Dengan realisasi itu, maka inflasi secara tahunan sebesar 2,37 persen dan secara tahunan 3 persen.

Inflasi bulan lalu disumbang oleh kelompok bahan makanan dengan andil 0,07 persen. Sementara tingkat inflasinya sebesar 0,37 persen.

"Inflasi disumbang oleh daging, tomat, telur ayam ras dan sayur-sayuran, meski ada deflasi dari cabai merah dan ikan segar," katanya.

Andil inflasi lain diberikan oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,4 persen karena kenaikan harga rokok di tingkat pengecer. Selain itu juga oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sekitar 0,03 persen karena peningkatan harga sewa rumah.

Lalu, kelompok kesehatan andilnya 0,01, kelompok sandang serta pendidikan, rekreasi, dan olahraga berandil nol persen, dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan justru deflasi sebesar 0,07 persen.

"Ini karena turunnya tarif angkutan udara andilnya 0,02 persen, mungkin karena bukan peak season dan ada penurunan tiket yang tinggi di Tanjung Pandan dan Mamuju," jelasnya.

[Gambas:Video CNN] (uli/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER