Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (
Jokowi) menyindir
bank BUMN yang masih meminta jaminan kepada nasabah Kredit Usaha Rakyat (
KUR). Alasannya, untuk menjamin pinjaman dari risiko macet bahkan tidak bisa kembali.
Selain itu, orang nomor satu di Indonesia juga menyinggung soal dugaan pemindahan kredit komersial ke KUR. Hal ini disampaikan langsung oleh kepala negara saat rapat terbatas mengenai program KUR 2020 bersama para jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan, Senin (9/12).
"Saya mendapat laporan bahwa ada bank yang masih minta syarat jaminan atau
collateral bagi penerima KUR karena khawatir pinjaman macet," ucap Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, ketimbang mementingkan jaminan, seharusnya bank penyalur KUR bisa memberikan pendampingan kepada nasabah peminjam. Tujuan, agar usaha yang dilakukan peminjam benar-benar terpantau dan bisa berjalan dengan baik, bahkan meningkat.
"Ini juga perlu saya koreksi karena kita memerlukan pendampingan-pendampingan bagi UMKM dan kita harapkan dengan pendampingan itu mereka bisa naik kelas ke kelas yang lebih atas," katanya.
Jokowi mengatakan pemindahan kredit komersial selama ini membuat seolah-olah bank berhasil memenuhi target penyaluran KUR. Padahal katanya, bank sebetulnya tidak memenuhi ketentuan minimal penyaluran kredit ke sektor UMKM.
Padahal, bank sejatinya harus menyalurkan kredit ke sektor UMKM sekitar 20 persen dari total penyaluran kredit mereka. Hal itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan atas PBI Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
"Saya juga menerima laporan ada praktik bank pelaksana KUR yang hanya memindahkan dari kredit komersial ke KUR, praktik-praktik seperti ini yang tidak boleh terjadi, sehingga KUR betul-betul disalurkan ke sektor-sektor produktif dan membuat UMKM kita bisa betul-betul naik kelas," ungkapnya.
Tak ketinggalan, mantan gubernur DKI Jakarta itu juga kembali menyinggung soal pemenuhan kewajiban penyaluran KUR ke sektor prioritas, yaitu produktif. Misalnya, ke pertanian, perkebunan, kehutanan, hingga perikanan.
Bahkan, dari total penyaluran yang masih minim ke sektor produktif, realisasi kredit yang diterima dan sudah termanfaatkan juga masih minim. Menurut data yang dipegangnya, baru sekitar 30 persen kredit ke sektor pertanian yang termanfaatkan.
Begitu pula ke sektor industri pengolahan baru sekitar 40 persen. Pemanfaatan kredit juga rendah di sektor perikanan dan pariwisata.
"Tapi laporan yang saya terima penyaluran KUR lebih banyak ke sektor perdagangan. Ini yang harus kita geser, harus kita masukkan ke sektor-sektor produktif terutama usaha mikro yang bergerak di sektor pertanian," katanya.
"Saya kira ini yang harus kita carikan titik sumbatnya ada di mana sehingga kita harapkan penyaluran KUR betul-betul bisa tepat sasaran dan bisa dinikmati oleh UMKM," sambungnya.
Menurutnya, bank justru harus lebih inovatif dalam meracik KUR. Misalnya, bisa menciptakan skema khusus yang menyesuaikan waktu pengembalian pinjaman KUR sesuai masa produksi masing-masing sektor usaha.
"Atau kita tawarkan skema KUR investasi dengan periode yang lebih panjang sehingga pinjaman KUR bagi pelaku UMKM agar bisa mengembangkan usahanya?" tuturnya.
[Gambas:Video CNN] (uli/age)