Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Harian Asosiasi
Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah memandang
investasi Memiles telah melanggar aturan
fintech peer to peer (P2P) lending. Pelanggaran tercermin dari salah satu investasi
Memiles yang menggunakan skema ponzi dan hanya menguntungkan beberapa pihak pengikutnya.
"Itu skema ponzi, saya harapnya masyarakat berhati-hati," kata Kuseryansyah di Kantor Sekretariat AFPI, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Menurut Kuseryansyah, perusahaan
Fintech P2P sendiri tidak diperbolehkan untuk menerima uang secara langsung dari peminjam atau
borrower. Sementara, dalam fintech yang menggunakan skema ponzi tersebut, investor memberikan uang secara langsung ke rekening perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau fintech
P2P lending enggak boleh (berikan uang langsung) dari
lender, (uang) langsung ke
virtual account. Dari virtual akun, ini langsung ditransfer ke
virtual account-nya
borrower. Jadi, uangnya enggak ditransfer ke rekening milik dari
platform fintech," jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Kuseryansyah, tempat penyimpanan uang dari investor sepantasnya berada di
escrow account, atau akun yang tidak bisa ditarik oleh
platform, setelah penerimaan uang.
Ia memastikan bahwa perusahaan
fintech yang baik sudah mendesain aturan yang tidak dapat dilakukan skema ponzi.
"Tapi kami dari fintech
P2P lending itu memang secara aturan sudah desain, bahwa
fintech P2P itu tidak bisa digunakan untuk ponzi," ucapnya.
[Gambas:Video CNN]Ia mengungkapkan masalah utama dalam investasi Memiles disebabkan oleh rendahnya tingkat literasi dari masyarakat. Dengan tingkat literasi yang rendah tersebut, banyak masyarakat yang tergiur dengan iming-iming konsep risiko tinggi dengan pendapatan yang besar dari investasi Memiles.
Menurutnya, hal tersebut masih menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan
fintech dalam mengedukasi masyarakat agar tidak terjerat investasi bodong tersebut.
"Jangankan yang belum teredukasi, yang sudah teredukasi, kalau sudah ditawarin, misalnya nabung 100 juta, tiap bulan dapat 7 juta sudah tertarik," ucapnya.
Sebaliknya, bagi masyarakat yang memiliki literasi dan ilmu yang cukup kuat dalam investasi
fintech, pastinya lebih sulit untuk diiming-imingi hal tersebut. Dengan demikian, ia juga menyebut AFPI sedang berusaha untuk menyosialisasikan informasi terkait bisnis
fintech P2P lending yang baik dan benar.
"Karena orang yang literasi keuangannya tinggi, dia kan mikir. Karena dia udah dapat ilmunya, tentu dia akan menahan diri," ujarnya.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil membongkar kejahatan investasi bodong melalui aplikasi bernama Memiles. Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan Memiles merupakan investasi bodong berkedok aplikasi penyedia jasa iklan.
Masyarakat ditawarkan untuk top up dana investasi dengan iming-iming keuntungan selangit. (ara/agt)