Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur
Bank Indonesia (BI)
Perry Warjiyo buka suara terkait 'kekhawatiran' Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penguatan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir. Jokowi sebelumnya khawatir penguatan
rupiah justru tidak disukai oleh para eksportir.
Maklum saja, ketika kurs rupiah menguat, nilai dolar AS yang diterima para eksportir atas transaksi perdagangan mereka justru menurun. Hal ini membuat jumlah pendapatan bisa menurun.
"Memang kalau (rupiah menguat) ekspor komoditas melemah karena pengaruhnya lebih ke hasil. Jadi kalau rupiah melemah, hasil yang didapat dari ekspor lebih tinggi," ujar Perry saat konferensi pers laporan berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, menurut Perry, nilai pendapatan eksportir sejatinya tidak hanya terpaku pada pergerakan nilai tukar rupiah. Sebab, kinerja ekspor biasanya juga didukung oleh laju harga komoditas dan permintaan luar negeri.
Di sisi lain, menurut Perry, penguatan rupiah sejatinya tetap memberikan dampak positif kepada eksportir. Khususnya, yang memproduksi barang dengan bahan mentah atau bahan baku dari luar negeri, sehingga harus melakukan impor.
Hal ini, sambung Perry, membuat nilai impor akan menurun dan eksportir bisa membayar lebih sedikit nilai pembelian bahan mentah atau bahan baku mereka. Lebih lanjut, hal ini bisa memberi sentimen positif pada penarikan minat investasi.
Sebab, investor yang ingin membangun industri bisa mendapatkan harga bahan mentah atau baku yang lebih murah ketimbang di negara lain yang belum tentu nilai tukarnya tengah menguat seperti rupiah. Bila banyak investor membangun industri, Perry meyakini hal ini pada akhirnya bisa mendongkrak kinerja ekspor.
Di luar perhitungan tersebut, bos bank sentral nasional itu menilai penguatan mata uang Garuda dalam beberapa waktu terakhir sebenarnya wajar saja. Pasalnya, penguatan terjadi sesuai mekanisme permintaan pasar dan pengaruh dari terjaganya fundamental ekonomi Indonesia.
"Inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi meningkat, neraca pembayaran surplus, aliran modal asing masuk, sehingga nilai tukar rupiah menguat dan ini masih berjalan sesuai mekanisme pasar," terangnya.
Sebelumnya, Jokowi mengapresiasi nilai tukar rupiah yang terus menguat, padahal dulu justru diramal bakal melemah sejalan dengan penurunan prospek ekonomi global dan nasional. Kendati begitu, ia mengatakan penguatan rupiah sejatinya tetap perlu diwaspadai.
"Tapi kalau menguat terlalu cepat juga harus hati-hati. Ada yang senang dan ada yang tidak senang, eksportir tentu tidak senang karena rupiah menguat, menguat, menguat sehingga daya saing juga akan menurun," kata Jokowi.
Sementara berdasarkan perdagangan sore ini, kurs rupiah menguat 0,17 persen ke Rp13.646 per dolar AS. Sedangkan kurs referensi Bank Indonesia
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah berada di Rp13.678 per dolar AS pada hari ini.
[Gambas:Video CNN] (uli/sfr)