Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (
Jokowi) mengakui sistem birokrasi pengiriman
logistik di dalam negeri masih ruwet. Sistem logistik di Indonesia belum terintegrasi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
Selain itu, ia menyebut belum ada
platform atau pelayanan logistik dari hulu sampai hilir. Masalah itu menyebabkan biaya logistik di dalam negeri susah ditekan sampai sekarang.
"Masih banyak pengulangan, masih banyak repetisi, masih banyak duplikasi, dan masih kuatnya ego sektoral kementerian dan lembaga yang berjalan sendiri-sendiri," ungkap Jokowi, Rabu (18/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain masalah tersebut, Jokowi juga menyebut tata ruang logistik masih juga belum efisien hingga sekarang. Jokowi mencontohkan, penempatan beberapa terminal dan depo kontainer di Indonesia tidak tepat.
"Karena itu sekali lagi ekosistem logistik nasional harus diperbaiki, harus ditata. Harus memulai membangun sistem logistik yang terpadu dari hulu sampai hilir," jelas Jokowi.
Kemudian, proses kedatangan kapal hingga masuk ke gudang untuk kebutuhan ekspor dan impor juga masih dipersulit. Maka itu, Jokowi menegaskan birokrasi perlu dipangkas.
"ini bolak balik saya sampaikan pangkas birokrasi berbelit. Hapus repetisi atau duplikasi, sederhanakan proses dan lakukan standarisasi layanan serta standar teknis lainnya," tegasnya.
Dengan kondisi ini, tak heran peringkat Logistic Performance Index (LPI) Indonesia berada di posisi 46 pada 2018. Hal ini mengartikan bahwa sistem logistik Indonesia masih di bawah sejumlah negara tetangga.
"Indonesia masih di bawah Singapura di peringkat 7, China di peringkat 26, Thailand di peringkat 32, Vietnam di peringkat 39, Malaysia di peringkat 41, dan India di peringkat 44," kata Jokowi.
Ia juga menyebut biaya logistik Indonesia mencapai 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angkanya lebih tinggi ketimbang Malaysia sebesar 13 persen, Vietnam 20 persen, Thailand 15 persen, dan Singapura 8 persen.
[Gambas:Video CNN] (aud/age)