Jakarta, CNN Indonesia --
Goldman Sachs Group dan Morgan Stanley mengungkap
virus corona telah memicu
resesi global. Pernyataan tersebut dilontarkan setelah kedua pihak menggelar pertemuan di Wall Street untuk membahas kondisi global.
Kedua bank menyebut kemungkinan besar resesi terjadi lantaran proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang dilakukan menunjukkan tren negatif.
Morgan Stanley memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global turun menjadi 0,9 persen pada 2020, sedangkan Goldman Sachs memproyeksikan pelemahan pertumbuhan ekonomi mencapai 1,25 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
S&P Global juga telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,3 persen menjadi hanya 1 persen-1,5 persen saja.
Ellen May Institute mengungkap berdasarkan ilmu ekonomi makro, resesi atau kemerosotan ekonomi merupakan keadaan di mana produk domestik bruto (GDP) menurun atau saat pertumbuhan ekonomi bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Lembaga tersebut menilai kondisi perekonomian Indonesia pada 2020 memang mengalami sedikit perlambatan jika dibandingkan dengan kondisi kuartal terakhir 2019.
Namun, perekonomian Indonesia memang cenderung stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang masih berada di level 5 persen. Inflasi per Februari relatif terkendali di bawah 3 persen dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) terbaru sebesar 4,5 persen.
"Meskipun terjadi defisit pada APBN dan transaksi berjalan, tapi cadangan devisa negara dan neraca dagang masih berada pada kondisi positif. Meski demikian hantaman dampak Corona akan membuat perekonomian semakin melambat dan berpotensi meningkatkan pengangguran," papar Ellen May Institute, Jumat (20/3).
Mengantisipasi hal tersebut, The Fed dan sesama bank sentral telah aktif dalam melonggarkan kebijakan moneter. The Fed sendiri telah memangkas suku bunga acuannya hingga 100 basis poin (bps) pada Minggu (15/3) menjadi antara 0-0,25 persen.
Langkah fiskal dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan memberikan tarif 0 persen untuk
payroll tax (sejenis dengan pajak penghasilan/PPh Pasal 21) untuk karyawan maupun pengusaha untuk sisa tahun ini.
Hal tersebut diikuti oleh keputusan BI pada Kamis (19/3), yang juga ikut memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 4,5 persen.
Sementara, kebijakan fiskal ditempuh dengan memberikan relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22, 25, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat.
Namun, Ellen May Institute menilai kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah belum memberikan dampak yang signifikan dalam meredam kepanikan investor di market.
"Dampak
multiplayer effect dari covid-19 dan stimulus yang diberikan pemerintah tidak langsung memberikan efek yang signifikan, sehingga membutuhkan waktu," papar lembaga tersebut.
Lembaga tersebut menilai Resesi yang terjadi saat ini pasti akan kembali pulih hanya tinggal menunggu waktu.
[Gambas:Video CNN] (ara/age)