Jakarta, CNN Indonesia --
Pengusaha mendesak Otoritas Jasa Keuangan (
OJK) bergerak cepat dalam mensosialisasikan kebijakan keringanan cicilan
kredit atau restrukturisasi yang hingga saat ini belum bisa dinikmati oleh banyak kalangan. Pasalnya, belum semua bank atau perusahaan pembiayaan menerapkan kebijakan yang menyasar pekerja informal yang terdampak wabah virus corona itu.
Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengungkap arus kas (
cash flow) berbagai perusahaan telah tercekik setelah didera wabah yang masuk ke RI pada awal Maret tersebut. Bahkan, ia mengaku banyak pengusaha yang tak lagi mampu membayar bunga dan cicilan kredit bank.
"Restrukturisasi utang bagi perusahaan yang terdampak membantu dari segi arus kas (
cash flow) mereka karena ini banyak yang enggak bisa bayar bunga dan cicilan," katanya pada Selasa (31/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Shinta menyebut belum semua bank memiliki pemahaman yang sama meski restrukturisasi telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Alhasil, banyak pengusaha yang masih dituntut untuk membayar kreditnya secara normal.
Karenanya, Shinta mendesak OJK untuk bergerak cepat dalam melakukan klarifikasi dengan penyedia pinjaman terkait. Berdasarkan informasi yang diterimanya, banyak terjadi kesalahpahaman bank dan instansi non-bank dengan hanya memberikan kelonggaran untuk para pelaku UMKM dengan plafon maksimal Rp10 miliar.
Dalam POJK tersebut, Shinta menyatakan bank dapat memberikan restrukturisasi kepada seluruh kredit termasuk UMKM sepanjang usaha debitur atau pemohon terbukti terdampak wabah virus corona. Artinya, kelonggaran kredit juga dapat diberikan bagi para pengusaha besar.
"Banyak bank berpikir kalau restrukturisasi hanya untuk UMKM, itu salah pengertian disangka hanya untuk UMKM padahal maksudnya untuk semua debitur yang terdampak covid-19 ini," ucapnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Rico Rustombi menyebut selama 3 minggu terakhir industri jasa logistik telah mengalami penurunan permintaan sebesar 25 persen. Dengan tingginya beban biaya yang tak bisa dipangkas (
fixed cost) seperti tagihan listrik, beban sewa dan gaji karyawan, Rico menyebut hampir bisa dipastikan arus kas perusahaan akan amblas.
Ia berharap penangguhan pembayaran cicilan pokok hingga 12 bulan. Meski opsi tersebut telah diatur OJK, ia menyayangkan detail dari relaksasi yang rancu tersebut. Rico bilang, manfaat POJK tersebut belum dapat dipetik sebab instansi keuangan belum dapat memberikan keringanan akibat informasi yang kurang jelas.
"Detail relaksasi dari setiap lembaga keuangan belum kami dapatkan informasinya yang jelas, jadi mungkin baru bisa didapatkan bila sudah jelas aturan nya seperti apa," paparnya.
Pisau Bermata DuaMeski menyambut baik peraturan pelonggaran kredit OJK namun Wakil Ketua Umum Bidang Industri Kadin Johnny Darmawan Danusasmita mengutarakan kekhawatirannya akan ketimpangan yang dapat terjadi jika perusahaan pembiayaan harus menanggung seluruh kredit usaha macet.
[Gambas:Video CNN]Johnny menyebut diskusi komprehensif harus dilakukan OJK dengan lembaga keuangan untuk memutuskan sistem yang tak memberatkan salah satu pihak. Ia mengusulkan rumusan kedua pihak yang dapat membantu pelaku usaha namun tak mematikan lembaga keuangan.
"Harus dibicarakan secara komprehensif karena kalau bunga dan pokok tidak bayar nanti perusahaan kredit dapat uang dari mana? Apa nanti enggak mesti bayar Bank? Kalau payung hukumnya clear tapi detailnya ini," pungkasnya.
(wel/sfr)