Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (
BPK) menyoroti pengelolaan subsidi Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur
Anies Baswedan yang berpotensi tidak efisien dan efektif. Sebab, Pemprov DKI belum optimal dalam merevitalisasi angkutan umum di Jakarta.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan Pemprov DKI Jakarta sebenarnya sudah mengupayakan pengembangan angkutan umum perkotaan berbasis jalan yang terintegrasi. Namun, hasil pemeriksaan atas kinerja pelaksanaan dari 2017 hingga semester I 2019 yang dinahkodai Anies justru menunjukkan potensi subsidi tidak efektif dan efisien.
Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies dinilai belum optimal melakukan revitalisasi angkutan umum. Hal ini karena Pemprov DKI belum dapat memenuhi target peremajaan angkutan umum bus besar dan sedang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibatnya, rute yang tumpang tindih dan tidak segera direstrukturisasi dan di-reroute akan berakibat subsidi angkutan umum yang diberikan menjadi tidak efisien dan efektif," ungkap Agung dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019, dikutip Rabu (6/5).
Menurut BPK, Pemprov DKI juga tidak melakukan penegakan hukum berupa sanksi administratif atas ketentuan pembatasan usia kendaraan bermotor umum. Atas hal ini, BPK memberi rekomendasi ke Anies agar segera menyusun dan menetapkan peraturan gubernur yang mengatur tata cara pengenaan sanksi administratif.
Khususnya untuk kendaraan umum yang beroperasi dengan umur kendaraan lebih dari 10 tahun. Selain itu, BPK juga memberi rekomendasi survei penumpang dan armada agar lebih efisien.
"BPK telah merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta agar memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan untuk melakukan survei periodik atas jumlah penumpang dalam rangka penentuan jumlah armada yang efisien," ucapnya.
Secara keseluruhan, BPK menemukan lima temuan dari pemeriksaan pengelolaan angkutan umum Pemprov DKI Jakarta. Dari lima temuan itu, ada satu permasalahan ketidakefisienan dan 11 permasalahan ketidakefektifan.
Masalah lain, sambung Agung, juga berasal dari belum memadainya pengembangan trayek layanan Bus Rapid Transit (BRT) dan layanan angkutan pengumpan (
feeder). Menurut BPK, pengembangan jaringan angkutan umum BRT dan angkutan pengumpan di DKI Jakarta belum didasarkan pada pergerakan masyarakat dan rencana tata ruang.
"Masih terdapat trayek-trayek rute angkutan reguler maupun koridor TransJakarta yang masih berhimpitan," katanya.
Selain itu, pembukaan rute baru
feeder belum mengakomodasi kebutuhan pergerakan masyarakat. Akibatnya, target pengalihan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum sebesar 60 persen dari total seluruh perjalanan berpotensi tidak tercapai.
Kemudian, BPK menilai pengembangan simpul-simpul transportasi yang terhubung dengan koridor utama jaringan angkutan umum massal juga belum optimal. Misalnya, terdapat tiga stasiun kereta rel listrik (KRL) yang belum terintegrasi dengan rute angkutan BRT maupun feeder.
Selain itu, integrasi prasarana antara angkutan BRT dengan angkutan massal berbasis rel belum sepenuhnya memadai. Hal ini ditunjukkan dengan pedestrian yang tidak teduh, trotoar dipergunakan oleh pedagang kaki lima, serta terdapat stasiun yang belum ada pedestrian yang menghubungkan antara stasiun dan terminal.
"Akibatnya, bertambahnya kemacetan di titik simpul-simpul perpindahan transportasi antarmoda," tuturnya.
Atas hal ini, BPK merekomendasikan agar Anies segera memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan untuk melakukan survei pergerakan orang yang lebih akurat. Lalu, meminta Kepala Dinas Perhubungan untuk berkoordinasi dengan PT TransJakarta dalam penyelenggaraan evaluasi rute angkutan umum yang memiliki tingkat himpitan cukup tinggi baik di rute angkutan reguler maupun di rute angkutan BRT.
Tak ketinggalan, BPK juga merekomendasikan Anies agar merevisi Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro untuk memberikan payung hukum perencanaan teknis dengan melengkapi rencana pengintegrasian layanan, fisik dan sistem pembayaran di simpul-simpul integrasi intra dan antarmoda.
[Gambas:Video CNN] (uli/agt)