Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku bisa menghindari resesi apabila pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga tahun ini bisa mendekati nol persen.
"Kalau terjadi kombinasi instrumen pemerintah mulai jalan dan relaksasi dilakukan, diharapkan pada kuartal III bisa pulih dari kontraksi kuartal II. Paling tidak mendekati nol (pertumbuhan ekonomi). Sehingga technically, kita bisa menghindari resesi," ujar Ani, panggilan akrabnya, Selasa (16/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harapan itu disampaikan Ani, mengingat proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II negatif 3,1 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negatif sejalan dengan perkiraan sejumlah lembaga dan sebagian besar negara-negara di dunia yang terdampak pandemi virus corona.
Menurut Ani, pertumbuhan ekonomi negatif dikarenakan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat corona yang diberlakukan di banyak daerah yang memberi kontribusi besar terhadap ekonomi nasional.
"Meskipun pada kuartal I positif, namun kuartal kedua kami perkirakan akan terjadi kontraksi karena PSBB. Kami perkirakan negatif, minus 3,1 persen," ujarnya dalam press conference APBN Kita, Selasa (16/6).
Menurut Ani, panggilan akrabnya, Indonesia sama halnya dengan banyak negara di dunia yang ekonominya terdampak pandemi virus corona.
Di kawasan ASEAN, pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal II juga diprediksi terjadi di Singapura dan Malaysia, yaitu masing-masing minus 6,8 persen dan 8,0 persen.
Sementara, di negara maju, seperti AS diproyeksikan minus 9,7 persen, Inggris minus 15,4 persen, Jerman minus 11,2 persen, Prancis minus 17,2 persen, dan Jepang minus 8,3 persen.
"Dengan pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal II, sangat berat untuk jaga ekonomi tetap positif. Semua lembaga membuat proyeksi ekonomi negatif, hanya sedikit yang positif," tutur Ani.
Resesi merupakan kondisi ketika Produk Domestik Bruto (PDB) atau ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut atau lebih dalam satu tahun.