Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengungkapkan rata-rata nilai klaim untuk satu pasien yang mendapatkan pelayanan cuci darah atau dialisis mencapai Rp48,71 juta pada 2018 lalu. Jumlah kunjungan pasien tersebut diklaim terus meningkat setiap tahun.
Anggota DJSN Asih Eka Putri menjelaskan jumlah rata-rata kunjungan satu pasien naik dari 44 kali menjadi 56 kali per tahunnya pada 2018. Ini artinya, biaya yang harus dikucurkan BPJS Kesehatan untuk membiayai pasien cuci darah terus naik.
"Saya kasih contoh kasus dialisis. Konsumsi dialisis ini semakin banyak dan sering. Jumlah pasien dan kunjungan meningkat," ujar Asih dalam video conference, Kamis (18/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, fasilitas kesehatan (faskes) dibayar semakin rendah. Dengan kata lain, ada yang timpang antara pelayanan yang harus diberikan dan pembayaran kepada faskes.
"Unit cost pelayanan dialisis menurun dari Rp1 juta pada 2014 menjadi Rp869 ribu pada 2018. Tahun 2016 terjadi perubahan kebijakan tarif," terang dia.
Perubahan tarif ini, kata Asih, bisa mengancam ketahanan dana jaminan kesehatan nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan itu sendiri. Tak heran, masalah defisit BPJS Kesehatan belum juga selesai sampai sekarang.
"Makanya perlu peninjauan iuran, manfaat, dan tarif. Lalu juga perlu peninjauan promotif dan preventif untuk pengendalian konsumsi dialisis jangka panjang," jelas Asih.
Secara keseluruhan, iuran BPJS Kesehatan untuk semua kelas mandiri akan naik secara bertahap mulai Juli 2020. Awalnya, pemerintah mengerek iuran untuk peserta kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu per bulan, sedangkan kelas II naik ari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu per bulan.
Lalu, iuran peserta mandiri kelas III baru akan naik awal tahun depan. Peserta mandiri kelas III yang sebelumnya hanya membayar Rp25 ribu, nantinya naik menjadi Rp35 ribu.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
(aud/agt)