Menteri BUMN Erick Thohir getol merombak susunan direksi dan komisaris berbagai perusahaan pelat merah belakangan ini. Direksi perusahaan terakhir yang jadi sasarannya, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. atau Telkom pada Jumat (19/6).
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Telkom, Erick menunjuk salah satu Presiden Bukalapak Muhammad Fajrin Rasyid sebagai Direktur Digital Business Telkom. Selain itu, ia juga mengangkat Rizal Mallarangeng menjadi Komisaris perusahaan berkode emiten TLKM ini.
Perombakan tersebut hanya berjarak seminggu dengan langkah yang dilakukan Erick dalam menata ulang susunan dewan komisaris PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. atau Antam. Dalam perombakan itu, pemerintah sebagai pemegang saham terbesar memutuskan mencopot Zaelani dari kursi komisaris dan kemudian menunjuk Bambang Sunarwibowo sebagai penggantinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan langkah Erick Thohir merombak susunan direksi dan komisaris BUMN itu membuat emiten perusahaan negara kian menarik di pasar saham. Untuk jangka menengah hingga panjang, ia menyebut saham-saham BUMN akan semakin dilirik investor.
Apalagi, selain perombakan tersebut, Erick juga memangkas berbagai anak usaha BUMN. Pemangkasan tersebut diyakininya bakal mengurangi beban induk perusahaan sehingga dapat meningkatkan profitabilitas emiten BUMN.
Kinerja saham BUMN bakal semakin bersinar, jika Menteri BUMN mampu memenuhi janji menaikkan laba perusahaan pelat merah hingga Rp300 triliun pada 2024 yang dilontarkannya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI beberapa waktu lalu.
"Saya melihat prospek emiten BUMN masih cenderung baik dengan fokus pemerintah menyehatkan perusahaan BUMN, juga dengan tidak menarik deviden terlalu besar agar perusahaan dapat bertumbuh," ucap Chris kepada CNNIndonesia.com pada Minggu (21/6).
Untuk urusan dividen, saham-saham BUMN pun dinilainya terbilang rajin setoran. Di tengah pandemi virus corona TLKM membagikan dividen sebesar Rp15,26 triliun atau setara 81,78 persen dari laba bersih 2019 yakni Rp18,66 triliun. Sedangkan, sisanya sebesar 18,22 persen atau Rp3,40 triliun merupakan laba ditahan.
Antam pun demikian, perseroan memutuskan membagikan dividen sebesar Rp67,84 miliar atau setara dengan 35 persen dari total laba bersih sepanjang 2019. Sementara, sisanya sebesar 65 persen akan menjadi laba ditahan.
Secara fundamental pun, berbagai emiten BUMN tergolong aman. Selain di sektor perbankan yang didominasi oleh saham-saham lapis satu seperti BBRI, BBNI, dan BBRI, Chris bilang saham-saham di sektor lainnya yang mencatatkan kinerja baik juga layak koleksi.
Dia juga merekomendasikan koleksi saham TLKM. Menurutnya saham tersebut masih memiliki tingkat profitabilitas yang baik dan memiliki prospek gemilang lewat pertumbuhan penjualan paket data.
"TLKM secara prospek masih sangat baik, dengan pertumbuhan permintaan untuk layanan indihome serta pemakaian paket data yang semakin tinggi," imbuhnya.
Sepanjang 2019 TLKM membukukan pendapatan sebesar Rp135,57 trilliun, naik 3,7 persen dibanding pendapatan 2018 yaitu Rp130,78 triliun. Untuk laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) TLKM tumbuh sebesar 9,5 persen secara tahunan menjadi Rp64,83 triliun.
Pengangkatan Muhammad Fajrin Rasyid dalam jajaran direksi TLKM dinilainya akan disambut baik oleh para investor sehingga pada perdagangan minggu ini, TLKM berpotensi menguat.
"Dengan masuknya direksi milenial dapat membuat TLKM menjadi lebih inovatif dan menjawab kebutuhan kalangan milenial yang membutuhkan paket data yang lebih baik," ucap Chris.
Melansir RTI Infokom, TLKM pada perdagangan pekan lalu menguat sebesar 8,25 persen mengantar saham ke posisi 3.280. Namun, investor asing masih mencatatkan jual bersih sebesar Rp424,14 miliar sepanjang pekan.
Chris menargetkan TLKM akan mampu mencapai harga target sebesar Rp3.430 per saham. Alasan lainnya mengoleksi saham BUMN, lanjut Chris, yaitu kemungkinan bangkrut yang relatif kecil jika dibandingkan dengan perusahaan swasta.
Dengan kepemilikan dominasi pemerintah di saham BUMN, intervensi pemerintah seperti Penyertaan Modal Negara (PMN) menjadi fasilitas tambahan yang dapat dinikmati investor kala kas perusahaan seret.
Namun, tak ada jaminan saham BUMN akan terus berjaya. Nilai investasi dapat terkuras lewat penurunan tajam harga saham.
"Tetapi tidak menutup kemungkinan BUMN juga mengalami penurunan cukup dalam seperti PGAS dan beberapa perusahaan lain yg cenderung terus turun," katanya.
Sementara, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya masih mantap menyarankan saham perbankan. Untuk BUMN, ia menyarankan membeli saham BBRI yang pada Maret 2020 lalu membagikan total dividen sebesar Rp20,63 triliun yang berasal dari 60 persen laba perusahaan tahun buku 2019.
Pemulihan saham BBRI dari krisis pandemi virus corona ditunjukkan lewat rebound sebesar 42,86 persen sepanjang sebulan terakhir. BBRI berhasil bangkit dari nilai terendahnya selama sebulan terakhir di level Rp2.250 dan mendarat di level Rp3.100 pekan ini.
"Kami pikir kinerja BBRI dapat mewakili roda ekonomi pada pelonggaran PSBB pada Juni," katanya seperti dikutip dari risetnya pada Senin (22/6).
(wel/agt)