Nilai tukar rupiah berada di level Rp14.110 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Rabu (24/6). Posisi tersebut menguat 52 poin atau 0,36 persen dari Rp14.162 pada Selasa (23/6).
Rupiah memimpin penguatan mata uang di kawasan Asia. Penguatan juga dirasakan oleh won Korea Selatan 0,35 persen, peso Filipina 0,21 persen, dolar Singapura 0,19 persen, yen Jepang 0,07 persen, dan baht Thailand 0,03 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dolar Hong Kong stagnan. Sedangkan yuan China dan ringgit Malaysia terperosok ke zona merah, masing-masing melemah 0,07 persen dan 0,02 persen.
Mayoritas mata uang utama negara maju juga menguat dari dolar AS. Rubel Rusia menguat 0,14 persen, dolar Australia 0,12 persen, franc Swiss 0,04 persen, dan euro Eropa 0,01 persen. Hanya dolar Kanada dan poundsterling Inggris yang melemah dari dolar AS, masing-masing minus 0,03 persen dan 0,05 persen.
Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan nilai tukar rupiah akan menguat di kisaran Rp14.050 sampai Rp14.200 per dolar AS pada hari ini. Menurutnya, rupiah akan menguat berkat sentimen derasnya minat investor untuk membeli surat utang pemerintah.
Pada Selasa (23/6), penawaran dari investor yang masuk ke lelang penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau yang juga dikenal dengan Sukuk mencapai Rp38,84 triliun. Jumlah tersebut mencapai empat kali lipat dari nominal penerbitan yang dimenangkan pemerintah sebesar Rp9,5 triliun.
"Lelang sukuk kemarin memperlihatkan minat investor yang masih tinggi terhadap Indonesia. Pemerintah berhasil menjual surat berharga melebihi target yang berarti minat cukup tinggi dan ini positif untuk rupiah," ujar Ariston kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/6).
Selain itu, sambungnya, penguatan mata uang juga terjadi di beberapa negara. Hal ini merespons sentimen potensi pemulihan ekonomi dunia setelah selama ini tertekan pandemi virus corona atau covid-19.
Ia mengatakan pelaku pasar keuangan mulai melihat dampak pembukaan kebijakan penguncian wilayah (lockdown) di beberapa negara, khususnya kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Sebab, data-data ekonomi mulai pulih.
"Data indeks aktivitas manufaktur dan sektor jasa yang dirilis kemarin di kawasan Eropa, Australia dan AS menunjukkan pemulihan. Ini juga memberi bukti pembukaan ekonomi dibutuhkan untuk memulihkan perekonomian di tengah pandemi," katanya.