Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian Herman Supriadi menuturkan bahwa pertumbuhan industri sulit digenjot apabila kasus orang terinfeksi virus corona (covid-19) terus meningkat.
Ia menyoroti jumlah positif Covid-19 yang tembus 100.303 kasus per 27 Juli lalu. Menurutnya, hal ini bakal menghambat berbagai program reindustrialisasi yang dicanangkan pemerintah.
Salah satunya, target mencapai substitusi impor industri sebesar 35 persen pada 2020. "Program menumbuhkan industri, khususnya substitusi impor, tidak akan terlaksana bila penanganan covid-19 bersifat sporadis dan tidak terintegrasi sebagaimana hari ini," ujarnya dalam webinar, Rabu (29/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Herman menuturkan skenario substitusi impor sebesar 35 persen bisa tercapai dengan asumsi utilisasi rata-rata industri eksisting meningkat dari sekitar 76,72 persen menjadi 85 persen.
Jika hal tersebut bisa dilakukan, produksi industri yang telah eksisting di dalam negeri akan meningkat dari Rp5.197 triliun pada 2019 menjadi Rp5.800 triliun pada 2022. Sementara, nilai impor bisa ditekan dari Rp1.915 triliun menjadi Rp1.245 triliun karena terjadi substitusi impor.
Selain meningkatkan utilitas produksi, skenario lain untuk menurunkan impor adalah dengan mensubstitusi impor pada industri dengan nilai impor besar seperti industri makanan, industri tekstil, industri bahan kimia dan barang kimia, industri logam dasar, serta industri komputer dan barang elektronik.
Namun, ia menambahkan lagi-lagi hal tersebut akan sulit tercapai jika angka positif covid-19 terus meningkat. Pasalnya, saat ini produktivitas manufaktur masih bergantung pada para pekerjanya.
"Program-program tersebut akan menjadi tidak efektif atau sangat sulit ketika terjadi situasi covid-19 yang terus-menerus semakin hari," tegas Herman.