Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga merespons rekomendasi Ombudsman RI terkait rangkap jabatan pejabat negara di jajaran komisaris perusahaan-perusahaan pelat merah.
Ia mengatakan rekomendasi tersebut merupakan hal yang wajar sebab selama ini tak ada aturan yang melarang pejabat kementerian dan lembaga untuk menempati posisi komisaris.
"Mereka, kan, mengusulkan kepada bapak presiden untuk membuat regulasi, artinya mereka juga melihat bahwa ini memang belum ada regulasi yang mengaturnya dan kami dari kementerian jelas bahwa kami akan mematuhi semua regulasi yang ada," ujar Arya di Jakarta, Rabu (5/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arya juga memastikan bahwa Kementerian BUMN akan selalu berpegangan pada peraturan perundang-undangan dalam menarik seseorang ke dalam jajaran direksi maupun komisaris BUMN.
Karena itu, ia sepakat agar dibuatkan aturan yang membatasi rangkap jabatan pejabat publik di BUMN jika hal tersebut dinilai akan mengganggu kinerja pejabat yang bersangkutan di kementerian atau lembaganya.
"Makanya Kementerian BUMN tetap mengatakan selama ada regulasinya kami pasti patuhi, gak mungkin tidak, dan ini sudah berlaku lama dari tahun ke tahun dan memang regulasinya seperti itu, makanya kami patuh pada regulasi yang ada, apapun regulasi akan dipatuhi Kementerian BUMN," terangnya.
Kendati demikian, Arya juga mengingatkan bahwa sebagai perusahaan negara pemberian jabatan komisaris ke pejabat negara adalah hal yang lazim dan bukan sesuatu yang buruk.
"Namanya perusahaan milik pemerintah maka yang mengawasinya adalah pemerintah; sama dengan swasta, perusahaan swasta yang mengawasinya pemilik sahamnya. Jadi wajar sekali kalau pemerintah juga yang mengawasi BUMN tersebut sebagai komisaris," kata Arya.
Justru jika jabatan komisaris diserahkan seluruhnya kepada orang di luar pemerintahan, akan muncul berbagai polemik yang justru kontraproduktif dengan tujuan mewujudkan good corporate governance.
"Kalau tidak nanti siapa yang mengawasi mereka, itu yang jadi problem selama ini rangkap jabatan karena harus ada yang mewakili pemerintah mengawasi jalannya perusahaan pemerintah; masak orang lain, orang luar yang mengawasi perusahaan pemerintah dasarnya apa?" pungkasnya.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (RI) mencatat 397 Komisaris pada beberapa BUMN terindikasi rangkap jabatan di instansi lain berdasarkan data yang mereka miliki 2019.
Rinciannya, di komisaris yang rangkap jabatan di instansi kementerian ada 254 orang, lembaga non kementerian 112 orang, dan ada 31 orang yang terindikasi masih aktif sebagai akademisi.
Anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih menjelaskan bahwa kasus rangkap jabatan ini akan dikonfirmasi langsung kepada Kementerian BUMN.
"Pada tahun 2019, komisaris terindikasi rangkap jabatan sebanyak 397 pada BUMN. Kami diberikan data ada 167 anak perusahaan terindikasi," ujarnya dalam konfrensi pers virtual, Minggu (28/6).
Selain pada perusahaan BUMN, Ombudsman juga menemukan ada indikasi rangkap jabatan oleh 167 Komisaris pada anak perusahaan BUMN.