Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mendukung promosi pengguna arak untuk terapi covid-19 oleh Gubernur Bali Wayan Koster.
Meski tak percaya sepenuhnya khasiat arak untuk obat covid-19, kata dia, yang terpenting adalah kasus penyebaran virus bisa dikendalikan dengan baik.
Terlebih pemerintah telah memutuskan untuk membuka kembali pariwisata Pulau Dewata untuk wisata lokal demi mendorong geliat perekonomian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami bersyukur setelah 2 minggu angka covid-19 menurun. Gubernur bilang ada herbal daerah, minum arak dari mereka. Ya entah benar entah tidak, yang penting kelihatan turun. Saya dukung saja lah," ujar Luhut dalam webinar yang digelar Apindo, Kamis (13/8).
Seperti diketahui, Gubernur Bali mengklaim metode pengobatan tradisional Bali (usada) dengan cara terapi arak efektif menyembuhkan pasien covid-19 tanpa gejala (asimtomatik).
Menurut Koster, terapi dengan menggunakan bahan dasar arak Bali yang sudah didistilasi khusus itu, sudah diujicobakan kepada ratusan orang positif Covid-19 yang dirawat di sejumlah tempat karantina.
Dia mengklaim tingkat kesembuhan terapi arak Bali ini mencapai 80 persen bahkan pada percobaan awal, dari 19 sampel yang dicoba sebanyak 15 pasien sembuh. Jumlah sampel kemudian terus ditingkatkan hingga mencapai ratusan.
Dengan treatment ramuan ini, Koster mengungkapkan ada 400 warga terjangkit corona yang menjalani karantina dinyatakan sembuh. Ia optimistis tingkat kesembuhan akan meningkat jika treatment ini terus dilakukan.
Menurut Luhut, tak hanya Bali yang punya ramuan herbal untuk mengatasi covid-19. Di lain daerah seperti Surabaya, misalnya, walikota Tri Rismaharini juga mengusulkan buah manggis sebagai obat Covid-19.
"Sama dengan Ibu Risma di Surabaya. Beliau buat jus yang terdiri dari herbal manggis dan sebagainya. Ribuan sembuh. Seperti ini enggak dihitung orang-orang asing, bahwa di Indonesia banyak hal-hal aneh. Bahkan disebutkan kita bohongi. Itu kearifan lokal," jelasnya.
Luhut juga optimistis tak akan ada gelombang kedua atau second wave penyebaran virus corona di Indonesia.
Keyakinan didasarkannya pada penangan penyebaran virus yang ia klaim mulai optimal.
"Testing kemarin waktu di Bali. Ternyata Bali juga tidak kejadian apa-apa. Jadi saya optimis kita tidak ada second wave. Kalau pun itu terjadi, saya selalu ada kontingensi. Saya pikir Wisma Atlet itu kita masih punya fasilitas sampai berapa ribu untuk penanganan," tuturnya.
Meski demikian ia mengaku sempat khawatir terjadinya gelombang kedua jelang Idulfitri 1441 Hijriah, dan pembukaan wisata Bali pada 2 pekan lalu. Namun, hal tersebut tak terjadi lantaran tak ada tanda-tanda penambahan kasus yang mengkhawatirkan.
"Kalau terjadi outbreak sebenarnya itu sudah harus terjadi waktu Lebaran kemarin. Itu saya takut terus terang saja. Jadi saya itu sebenarnya sangat takut waktu selesai Lebaran. Karena bagaimanapun kan suka tidak suka yang pulang kampung itu banyak dan itu kembali," imbuhnya.
Ia juga tak setuju jika pengendalian covid-19 di Indonesia terus dibandingkan dengan negara lain. Pasalnya jumlah penduduk dan kondisi lingkungan antara Indonesia dengan negara lain berbeda.
"Membandingkan dengan Singapura, ya tidak adil juga. Dia cuma 7 juta penduduk ya menanganinya. Dia tidak punya slum area (daerah kumuh di perkotaan), kita kan punya slum area. Alhamdulillah slum area kita belum ada lagi belum ada outbreak yang sampai tidak terkendali," terang Luhut.
Selain itu, menurutnya, ketersediaan obat-obatan, masker hingga alat pelindung diri (APD) seperti hazmat suit dan untuk penanganan covid-19 juga sudah semakin baik.
"Obat-obat kita jauh lebih bagus dari waktu bulan Maret dan April. Kita APD-nya, maskernya, kemudian obatnya, sekarang herbal juga mulai berkembang banyak. Saya tidak terlalu khawatir di situ," tandasnya.