Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan sebesar US$2,9 miliar atau 1,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II 2020. Realisasi itu lebih rendah dari defisit pada kuartal sebelumnya yang mencapai US$3,9 miliar atau 1,4 persen dari PDB.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan penurunan defisit transaksi berjalan ini dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan barang karena penurunan impor. Ia bilang impor turun akibat melemahnya permintaan domestik.
Selain itu, menurunnya defisit transaksi berjalan juga disebabkan defisit neraca pendapatan yang mengecil karena berkurangnya pembayaran imbal hasil kepada investor asing. Hal ini sejalan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi domestik pada kuartal II 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, defisit neraca jasa meningkat disebabkan defisit jasa perjalanan. Ini terjadi karena kunjungan wisatawan mancanegara yang turun signifikan selama pandemi virus corona.
Sementara, BI mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) surplus pada kuartal II 2020 sebesar 9,2 miliar dolar AS. Realisasi ini berbanding terbalik dengan kuartal sebelumnya yang defisit sebesar US$8,5 miliar.
"Membaiknya kinerja NPI tersebut didukung oleh menurunnya defisit transaksi berjalan serta besarnya surplus transaksi modal dan finansial," kata Onny.
Dengan NPI yang tercatat surplus, BI menyatakan cadangan devisa pada akhir Juni 2020 meningkat menjadi US$131,7 miliar. Posisi itu setara dengan pembiayaan 8,1 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah.
Selain itu, transaksi modal dan finansial pada kuartal II 2020 juga tercatat surplus sebesar US$10,5 miliar. Hal ini berasal dari aliran masuk neto investasi portofolio dan investasi langsung.
"Berlanjutnya aliran masuk modal asing tersebut dipengaruhi oleh likuiditas global yang meningkat, imbal hasil instrumen keuangan domestik yang tetap menarik, dan terjaganya keyakinan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia," pungkas Onny.