BI Diamanatkan Beli Surat Utang Tanpa Bunga di RUU Baru

CNN Indonesia
Selasa, 01 Sep 2020 15:07 WIB
Di RUU baru, BI diberi mandat untuk membeli surat utang negara tanpa bunga dan harga diskon dalam kondisi ekonomi tertentu.
Di RUU baru, BI diberi mandat untuk membeli surat utang negara tanpa bunga dan harga diskon dalam kondisi ekonomi tertentu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Bank Indonesia (BI) akan mendapat mandat untuk membeli surat utang negara tanpa bunga dan harga diskon dalam rangka membantu pemenuhan kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mandat ini bisa dijalankan saat situasi ekonomi tertentu.

Ketentuan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI. Draf beleid itu tengah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR. 

Berdasarkan draf RUU baru yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (1/9), disebut bahwa BI dapat membantu pemerintah menerbitkan dan bahkan membeli surat utang negara yang diterbitkan. Pembelian tidak lagi terbatas pada pasar sekunder, melainkan akan berada di pasar primer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mandat ini dalam rangka operasi pengendalian moneter dan/atau dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan darurat.

"Dalam kondisi perekonomian tertentu, Bank Indonesia dapat membeli surat-surat utang negara tanpa bunga dengan harga diskon yang disepakati bersama dengan pemerintah," tulis Pasal 55 ayat 5 RUU tersebut.

Sebelumnya, pada era orde baru di bawah kepemimpinan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto, BI memang memiliki wewenang untuk membeli surat utang negara di pasar primer. Namun, ketentuan itu berubah di era reformasi saat kepemimpinan Presiden ke-3 Indonesia B.J. Habibie. 

Dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI, bank sentral nasional hanya bisa membeli surat utang negara di pasar sekunder. Artinya, BI baru bisa membeli surat utang dari tangan kedua, misalnya investor pasar keuangan yang memilih untuk melepas portofolio Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki. 

Namun, ketentuan ini sempat diubah oleh Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Perubahan dilakukan karena pemerintah selaku otoritas fiskal memiliki kebutuhan pembiayaan APBN yang besar untuk memenuhi kebijakan stimulus bagi masyarakat dan dunia usaha di tengah pandemi virus corona atau covid-19. 

Akhirnya, aturan pun diubah dengan penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. 

Lebih lanjut, berdasarkan RUU baru, BI nantinya juga diperbolehkan memberikan pembiayaan sementara kepada pemerintah karena kekurangan pada pendapatan negara. Pembiayaan sementara juga dilakukan dengan mekanisme pembelian surat utang. 

"Pembiayaan harus dibayar paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir, dan besaran pembiayaan tidak melebihi satu per lima dari perkiraan penerimaan negara yang diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat," terang Pasal 56 ayat 3 RUU baru. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah mengusulkan RUU BI baru untuk mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi di tengah pandemi virus corona. 

Ia bilang kalau landasan hukum belum mencukupi dan memadai, maka harus mulai lakukan identifikasi dan langkah-langkah untuk memenuhi kebutuhan kebijakan dalam rangka memitigasi risiko krisis ke depan. Salah satunya dengan perubahan aturan lembaga keuangan seperti BI. 

"Kami melihat dari sisi antisipasi forward looking dari pandemi bagi stabilitas sistem keuangan, jadi ini isu utama yang akan kami pantau dan kelola. Apakah di dalam struktur peraturan perundang-undangan mampu merespons kondisi krisis yang sangat unprecedented," ungkap Ani, sapaan akrabnya.

[Gambas:Video CNN]



(uli/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER