Nilai tukar rupiah berada di level Rp14.745 per dolar AS pada Rabu (2/9) sore. Posisi ini melemah 173 poin atau 1,18 persen dari Rp14.572 pada Selasa (1/9).
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.804 per dolar AS atau melemah dari Rp14.615 per dolar AS pada Selasa (1/9).
Di kawasan Asia, rupiah menjadi mata uang yang paling terpuruk di zona merah. Pelemahan mata uang juga dirasakan oleh baht Thailand minus 0,32 persen, yen Jepang minus 0,24 persen, rupee India minus 0,22 persen, won Korea Selatan minus 0,2 persen, peso Filipina minus 0,1 persen, ringgit Malaysia minus 0,03 persen, dan dolar Singapura minus 0,03 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya yuan China yang masih mampu menguat dari dolar AS sekitar 0,02 persen. Sedangkan dolar Hong Kong kembali stagnan.
Begitu pula dengan mata uang utama negara maju, semuanya 'keok' dari dolar AS. Rubel Rusia melemah 0,65 persen, euro Eropa 0,49 persen, dolar Australia minus 0,44 persen, franc Swiss minus 0,38 persen, poundsterling Inggris minus 0,29 persen, dan dolar Kanada minus 0,06 persen.
Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terjadi karena perkasanya dolar AS pada hari ini. Bahkan, mata uang Negeri Paman Sam itu mampu mengungguli hampir seluruh mata uang penting di Asia dan negara maju.
"Penguatan dolar AS ini dipicu oleh membaiknya data indeks aktivitas manufaktur AS Agustus yang dirilis semalam," kata Ariston kepada CNNIndonesia.com, Rabu (2/9).
Khusus rupiah, sambungnya, pelemahan sangat dalam karena ada tekanan dari dalam negeri. Pertama, efek deflasi 0,05 persen secara bulanan pada Agustus 2020.
"Deflasi mengindikasikan daya beli masyarakat belum membaik," ucapnya.
Kedua, dampak dari prospek kebijakan berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam rangka memenuhi kebutuhan dana untuk penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Isu burden sharing juga mungkin menambah tekanan ke rupiah hari ini, di mana BI ikut membantu pembiayaan penanganan covid-19 untuk memulihkan ekonomi Indonesia. Kebijakan ini dikhawatirkan menambah likuiditas rupiah di pasar sehingga rupiah tertekan," pungkasnya.
(uli/agt)