Pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta diyakini berdampak pada sektor transportasi publik. Oleh sebab itu, pengamat transportasi menilai pemerintah provinsi DKI Jakarta perlu mempersiapkan sejumlah insentif bagi perusahaan dan pekerja sektor transportasi publik, khususnya swasta.
"Kalau tidak operasi, pemerintah daerah harus kasih insentif kalau tidak bisa kolaps," ujar Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/9).
Ia menambahkan insentif tersebut dibutuhkan untuk membantu perusahaan maupun karyawan bertahan hidup saat PSBB. Berkaca dari pelaksanaan PSBB pertama, ia mengatakan kondisi sektor transportasi publik sudah cukup tertekan karena pembatasan mobilitas penduduk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, insentif yang bisa diberikan pemerintah provinsi misalnya pembebasan tagihan STNK selama setahun hingga pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi perusahaan swasta. Namun, ia menyarankan agar insentif kepada perusahaan tidak diberikan dalam bentuk tunai guna menghindari moral hazard.
"Kalau yang (perusahaan transportasi) BUMD, BUMN masih bisa lah ya, yang swasta ini yang kasihan, itu yang berat. Baru operasi sebulan lebih sedikit dan baru operasi 50 persen sekarang total tidak operasi, ini bisa gulung tikar," imbuhnya.
Tak kalah pentingnya, kata dia, insentif kepada pekerja di sektor transportasi publik misalnya supir angkutan umum dan supir taksi. Golongan ini merupakan kelompok yang terdampak paling signifikan namun dinilai belum terangkul oleh bantuan pemerintah. Menurutnya, pemerintah bisa memberikan insentif dalam bentuk bantuan tunai kepada para pengemudi tersebut.
"Pengemudinya ini harus dipikirkan, bagaimana caranya bisa survive," tuturnya.
Ia menuturkan transportasi publik bisa menjadi klaster penularan covid-19 karena tidak berimbangnya kapasitas angkutan umum dengan permintaan masyarakat. Terlebih, pemerintah provinsi DKI Jakarta memberlakukan aturan ganjil genap saat PSBB transisi berlangsung.
Berkaca dari kondisi tersebut, ia berharap pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa lebih tegas dan disiplin untuk menjalankan PSBB jilid kedua ini.
"Untuk sekarang dengan PSBB mau tidak mau layanan transportasi publik dikurangi, kalau tidak kluster terus di sana. Tapi, yang penting PSBB harus dijalankan dengan benar oleh pemerintah provinsi," katanya.
Dihubungi terpisah, Pengamat Penerbangan Alvin Lie berharap agar pemerintah masih memberikan kemudahan untuk orang-orang yang akan bepergian menggunakan angkutan udara dan tidak menutup penerbangan seperti PSBB awal dulu. Dengan demikian, dampak PSBB jilid kedua kepada sektor penerbangan bisa diminimalisasi.
"PSBB hanya berlaku untuk DKI Jakarta, tidak untuk seluruh Indonesia. Penerbangan ini juga tidak hanya melayani Jakarta. Sejauh pemerintah tidak membatasi, tidak diberlakukan lagi SIKM seperti dulu itu dampaknya tidak terlalu luas," katanya.
Alvin juga menyinggung insentif dari pemerintah kepada sektor penerbangan yang tidak kunjung direalisasikan. Padahal, sektor penerbangan merupakan salah satu yang terdampak pandemi paling parah bahkan sejak PSBB sebelumnya diberlakukan.
"Kalau ditanya apa insentif yang perlu diberikan pada transportasi udara, saya kira kita tidak perlu berandai-andai. Sudah berbulan bulan pemerintah dengungkan akan ada program stimulus udara, kenyataannya belum terwujud, jadi tidak usah diharapkan stimulus," katanya.
Namun, secara umum ia menilai kebijakan PSBB di DKI Jakarta ini memang suatu pilihan yang terbaik untuk melindungi masyarakat, tidak hanya ibu kota tapi seluruh Indonesia. Pasalnya, jika penyebaran covid-19 belum berhasil ditekan, maka semua sektor tidak akan pulih.
Harapannya, melalui PSBB ini kurva covid-19 di ibu kota bisa ditekan.
"PSBB ini bukan berarti semua warga dilarang aktivitas, hanya saja pergerakan mobilitas yang dibatasi yaitu perusahaan-perusahaan, kantor pemerintah sudah diatur maksimal kerja hanya 25 persen lainnya WFH," katanya.