Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan ada 10,1 persen pelaku Usaha Menengah Kecil (UMK) yang menghentikan operasi bisnis mereka akibat tertekan pandemi virus corona atau covid-19. Sementara Usaha Menengah Besar (UMB) yang setop operasi sekitar 5 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kondisi ini tercermin dari hasil Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha yang diselenggarakan pada 10-26 Juli 2020. Survei ini diikuti oleh 34.558 pelaku usaha, terdiri dari 6.821 Usaha Menengah Bawah (UMB), 25.256 Usaha Menengah Kecil (UMK), dan 2.482 usaha pertanian.
"Dari survei, 5 persen UMB (yang disurvei) berhenti beroperasi, sementara untuk UMK 10,1 persen berhenti beroperasi," ucap Suhariyanto saat konferensi pers virtual, Selasa (15/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Ahok Ungkap Borok Direksi Pertamina |
Ia mengatakan penghentian operasi terjadi karena pandemi covid-19 telah menekan permintaan hingga pembatasan aktivitas. BPS juga mencatat sekitar 24,2 persen UMK yang disurvei tetap beroperasi, namun mengurangi kapasitas produksi.
Sedangkan UMB yang mengurangi kapasitas produksi mencapai 28,8 persen. Pengurangan kapasitas terjadi karena 5,4 persen UMK dan 16,3 persen UMB melakukan skema kerja dari rumah (work from home/WFH).
Sementara 59,8 persen UMK dan 49,4 persen UMB tetap beroperasi secara normal di tengah pandemi. Selain itu, pengurangan kapasitas juga dilakukan karena para pelaku usaha mengurangi jam kerja pegawai.
Tercatat dari hasil survei, ada 30 persen UMK dan 47 persen UMB yang mengurangi jam kerja. Pengurangan jam kerja dilakukan agar perusahaan tidak perlu melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Keputusan untuk PHK cenderung jadi langkah terakhir dari pelaku usaha baik UMK maupun UMB," tuturnya.
Kendati begitu, BPS menyatakan ada pula pelaku usaha yang justru berhasil meningkatkan kapasitas produksi meski di tengah pandemi. Sektor usaha yang mencatat peningkatan produksi di tengah pandemi dari masa normal, yaitu makanan dan minuman yang berupa frozen foods, jamu, minuman, penjualan masker, penjualan sepeda, dan jasa layanan internet provider.
"Tapi di tengah pandemi covid juga masih ada pelaku usaha yang menginfokan bahwa produknya melebihi kapasitas normal, masing-masing 0,5 persen. Persentasenya kecil tapi di tengah covid mereka justru bergerak dan mendapatkan keuntungan yang lebih daripada masa normal," jelasnya.
Di sisi lain, hasil survei juga mencatat ada 16 persen UMK dan 11 persen UMB yang melakukan diversifikasi usaha untuk mempertahankan bisnisnya. Caranya, dengan menambah produk hingga lokasi usaha.
"Jadi ini cara mereka untuk survive di masa pandemi," imbuhnya.
Selain itu, para pelaku usaha juga menambah saluran pemasaran melalui sistem online. Hal ini dilakukan oleh sekitar 83 persen UMK dan 79 persen UMB.
"Mereka mengakui ada pengaruh positif dari penggunaan media online. Ke depan yg dibutuhkan training yang lebih intensif lain, khususnya untuk pelaku usaha di UMK," pungkasnya.
(uli/agt)