Consumer Behaviour Expert&Executive Director Retail Service Nielsen Indonesia Yongky Susilo menyatakan kebijakan Pemerintah Daerah DKI Jakarta memberlakukan kembali PSBB di ibu kota sejak 14 September 2020 lalu memberikan dampak pada sejumlah pusat perbelanjaan di ibu kota.
Selama PSBB, mal masih bisa beroperasi dengan kapasitas 50 persen. Meskipun demikian, pengunjung dilarang makan di tempat (dine in).
Ia mengungkapkan aturan tersebut berdampak pada perpindahan pengunjung ke pusat perbelanjaan di pinggiran ibu kota, seperti Tangerang dan Bekasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lotte Avenue melaporkan bahwa saat ini Jakarta lagi diketatkan, maka pembelanja dan juga yang ingin makan di luar pada lari ke pinggir, mungkin Tangerang atau Bekasi. Nah, ini tidak fair katanya, untuk pebisnis di Jakarta, ini laporan Lotte Shopping Avenue," paparnya dalam konferensi pers bertajuk 'Dalam Keterpurukan Penyewa dan Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi', Senin (28/9).
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah mengamini hal tersebut. Namun, ia mengatakan pengelola pusat perbelanjaan di luar DKI Jakarta telah menerapkan protokol kesehatan, sehingga tidak ada kekhawatiran bagi pengunjung untuk mendatangi pusat perbelanjaan tersebut.
"Kemarin Minggu, itu daerah Tangerang dan Bekasi ramai sekali. Jadi memang ada limpahan dari Jakarta," ucapnya.
Atas kondisi itu, ia meminta pemerintah memberikan kesempatan bagi pengelola pusat perbelanjaan yang telah menerapkan protokol kesehatan untuk tetap berusaha. Menurutnya, pemerintah tidak bisa memukul rata kondisi pusat perbelanjaan antara yang telah menerapkan protokol kesehatan dibandingkan yang masih longgar.
"Nah, itu jangan semua dipukul rata. Itu yang paling penting harus disuarakan karena kami sudah investasi, jangan sampai sudah bentuk, sudah ketat masih harus ditutup," imbuhnya.
Ancaman PHK
Yongki menambahkan implementasi PSBB jilid II mengancam arus kas perusahaan ritel. Bahkan, berdasarkan survei yang dilakukannya ada potensi PHK dari pengelola department store.
"Kalau department store karena mereka punya area yang luas dan biaya juga lumayan, mau tidak mau dia bilang kemungkinan besar akan ada PHK lagi. Opsi kedua, baru merumahkan karyawan dan potong gaji, seperti itu," tuturnya.
Kondisi tak jauh berbeda terjadi pada ritel fesyen serta makan dan minuman (F&B). Pengelola ritel tersebut mengungkapkan terdapat peluang tambahan merumahkan karyawan akibat PSBB jilid II.
"Tapi, mereka berusaha tidak PHK karena biaya training (pelatihan) mahal, kalau mereka harus rekrut lagi mahal lagi dan pilihan ketiga potong gaji," ucapnya.
Ia menuturkan pelaku usaha ritel fesyen dan F&B memprediksi penurunan omset akibat PSBB jilid II. Meskipun, pusat perbelanjaan masih tetap dibuka dengan kapasitas 50 persen.
"Kalau department store kembali ke 80 persen (penurunan omset), untuk fesyen juga demikian karena meski dibuka mereka tidak yakin. Kalau F&B 50 persen karena masih ada delivery," tuturnya.