KSPI Soroti Hilangnya Hak Cuti Buruh di UU Ciptaker

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 06:35 WIB
KSPI menilai UU Omnibus Law Ciptaker tidak tegas mengatur ketentuan cuti panjang karena menyerahkannya pada perjanjian kerja.
KSPI menilai UU Omnibus Law Ciptaker tidak tegas mengatur ketentuan cuti panjang karena menyerahkannya pada perjanjian kerja. llustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai ketentuan cuti dalam Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) membuka celah pelanggaran hak pekerja. Sebelumnya, RUU Ciptaker baru saja disahkan menjadi undang-undang (uu) dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10).

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur cuti panjang diberikan 1 bulan pada tahun ke-7 dan 1 bulan pada tahun ke-8 

Namun, dalam UU Cipta Kerja, ketentuan cuti panjang cuma diatur dalam Pasal 79 ayat (5) di yang berbunyi: "... perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat hal itu, Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono menilai UU Ciptaker menjadi tidak tegas karena ketentuan cuti panjang diatur dalam perjanjian kerja.

"Maka hak-hak (cuti) itu akan berpotensi hilang," ujar Kahar kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu, ada pula Pasal 88 ayat 3 Omnibus Law Ciptaker di mana buruh yang menggunakan waktu istirahatnya untuk bekerja tak diberikan upah.

Padahal, dalam Pasal 88 ayat (3) huruf e UU Ketenagakerjaan pekerja berhak atas upah atas jam istirahat yang ia gunakan untuk bekerja.

"Hal ini berbahaya karena akan mengeksploitasi pekerja. Ketika ia harusnya istirahat tetapi diminta untuk kerja, perusahaan harusnya membayar jam istirahat itu," tegas Kahar.

Terakhir adalah Pasal 79 UU Ciptaker yang hanya memberikan istirahat 1 hari dan 6 hari kerja dalam 1 minggu. Sementara, UU Ketenagakerjaan mengatur istirahat 1 hari dan 2 hari dengan waktu kerja 6 hari dan 5 hari.

Menurut Kahar, penghilangan ketentuan istirahat mingguan 2 hari untuk 5 hari kerja dalam UU Prakerja berpotensi membuat buruh bekerja melebihi ketentuan 40 jam seminggu.

"Kalau dalam UU Cipta Kerja diatur pilihan 7 jam sehari untuk 6 hari kerja dan 8 jam sehari untuk 5 hari kerja, hilangnya ketentuan istirahat dua hari seminggu bisa membuat buruh bekerja 8 jam sehari selama enam hari karena ketentuannya jadi tidak tegas," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]



(hrf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER