Omnibus Law Buat Perizinan Berbasis Risiko

CNN Indonesia
Jumat, 09 Okt 2020 15:39 WIB
Omnibus Law Cipta Kerja mengatur penerapan perizinan berusaha berbasis risiko. Semakin rendah risiko suatu kegiatan usaha, proses perizinan semakin cepat.
Omnibus Law Cipta Kerja mengatur penerapan perizinan berusaha berbasis risiko. Semakin rendah risiko suatu kegiatan, perizinan semakin cepat dan sederhana. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Yuliyanna Fauzi).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah akan menerapkan perizinan berusaha berbasis risiko. Hal itu ditetapkan dalam Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada awal pekan ini.

"Perizinan berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha," tulis Paragraf 1 Pasal 7(1) Omnibus Law Cipta Kerja, dikutip Jumat (9/10).

Dalam beleid tersebut, penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha dilakukan berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penilaian tingkat bahaya dilakukan terhadap aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya; dan/atau risiko volatilitas. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan jenis kegiatan usaha, kriteria kegiatan usaha, lokasi kegiatan usaha; dan/atau keterbatasan sumber daya.

"Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup aspek lainnya sesuai dengan sifat kegiatan usaha," jelas Paragraf 1 Pasal 7(1) Omnibus Law Cipta Kerja.

Sementara, penilaian potensi terjadinya bahaya meliputi hampir tidak mungkin terjadi, kemungkinan kecil terjadi, kemungkinan terjadi atau hampir pasti terjadi.

Berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi bahaya tersebut, tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi kegiatan berisiko rendah, menengah, dan tinggi.

Untuk kegiatan usaha berisiko rendah, perizinan berusaha berupa pemberian nomor induk berusaha yang merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan berusaha.

Selanjutnya, perizinan berusaha untuk kegiatan berisiko menengah dibedakan menjadi dua, yaitu risiko menengah rendah dan menengah tinggi.

Untuk perizinan berusaha menengah rendah, izin berupa pemberian nomor induk berusaha dan pernyataan sertifikasi standar. Sedangkan, perizinan menengah tinggi izin berupa nomor induk berusaha dan pemenuhan sertifikat standar.

Berikutnya, untuk perizinan berusaha kegiatan berisiko tinggi akan melalui proses administratif mencakup pemberian nomor induk berusaha dan izin. Izin tersebut merupakan persetujuan pemerintah pusat untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.

"Dalam hal kegiatan usaha berisiko tinggi memerlukan standardisasi produk, pelaku usaha dipersyaratkan memiliki sertifikasi standar yang diterbitkan oleh pemerintah pusat berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar sebelum melakukan kegiatan komersialisasi produk," terang Paragraf 4 Pasal 10 Omnibus Law Ciptaker.

Pemerintah menerangkan penerapan pendekatan berbasis risiko memerlukan perubahan pola pikir (change management) dan penyesuaian tata kerja penyelenggaraan layanan Perizinan Berusaha (business process re-engineering) serta memerlukan pengaturan (re-design) proses bisnis perizinan berusaha di dalam sistem perizinan secara elektronik.

"Melalui penerapan konsep ini, pelaksanaan penerbitan perizinan berusaha dapat lebih efektif dan sederhana karena tidak seluruh kegiatan usaha wajib memiliki izin, di samping itu melalui penerapan konsep ini kegiatan pengawasan menjadi lebih terstruktur baik dari periode maupun substansi yang harus dilakukan pengawasan," tulis penjelasan Omnibus Law Cipta Kerja.

Ekonom Universitas Indonesia dan Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menilai pendekatan risiko dalam Omnibus Law Cipta Kerja membuat usaha dengan risiko kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) rendah, cenderung lebih sedikit dan/atau lebih cepat proses perizinannya. Namun, pemerintah perlu menetapkan batasan yang jelas atas kategori rendah, sedang, dan tinggi.

"Dalam naskah akademis (NA), tidak ada kejelasan tentang batasan antara kategori rendah, sedang, dan tinggi sehingga risiko kerusakan lingkungan naik drastis setelah pengesahan RUU Cipta Kerja," ujarnya.

Selain itu, tidak ada batasan yang tegas (safeguard) tentang kondisi lingkungan, adat, dan/atau situs sejarah yang tidak boleh dikorbankan untuk investasi. Padahal, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, diperlukan langkah strategis yang berlandaskan prinsip keselarasan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

"Risk Based Approach menarik bagi investor yang perlu merambah hutan dan merusak lingkungan, tetapi tidak menarik bagi investor manufaktur export-oriented yang Indonesia butuhkan untuk menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan," ujar Berly.

Pemerintah sendiri akan mengatur lebih lanjut ketentuan perizinan berbasis risiko dalam peraturan pemerintah yang masih disusun.

[Gambas:Video CNN]



(sfr/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER