Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani memastikan buruh dan pekerja tetap dapat menuntut upah minimum sektor usaha masing-masing atau upah sektoral, meskipun ketentuannya sudah dihapus dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Namun, pembahasan terkait upah tersebut ditentukan melalui dialog antara buruh dengan masing-masing perusahaan lewat forum bipartit.
"Misalnya, sektor saya perhotelan dan restoran enggak mungkin karyawan saya enggak saling bicara, pasti mereka akan setting sendiri pada titik berapa karena mereka yang tahu ini ," tuturnya di Menara Kadin, Kamis (15/10)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hariyadi, penghapusan upah sektoral dalam UU Ciptaker memberikan kemudahan bagi para pengusaha dalam menentukan upah pekerja, yakni dengan mengacu pada upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota.
Ia juga yakin perundingan bipartit akan memberikan keadilan terhadap buruh dan pengusaha di sektor usaha tertentu. Sebab dengan dialog yang baik, diskusi antara pengusaha akan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
"Jadi, memang kalau kita bicara bipatrit yang paling tahu memang perusahaan dan pekerja. Ada yang bilang kalau di perusahaan buruhnya kalah dong dengan asosiasi, saya kira enggak juga. Karena apa, karena sekarang ini kesadaran untuk berunding secara kolektif kesadaran sosial dialognya sudah tinggi," ucapnya.
Meski demikian, Hariyadi tidak bisa memastikan apakah pengaturan terkait upah sektoral lewat dialog bipatrit tersebut akan dirinci lewat peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari UU Ciptaker.
Yang jelas, lanjut dia, penetapan upah sektoral tersebut akan disesuaikan dengan keadaan supply dan demand sektor usaha masing-masing.
"Kembali lagi sebenarnya masalah supply and demand yang selama ini tidak dipikirkan jadi banyak orang yang pikirkan hanya perlindungan. Padahal, supply demand faktor penting," terangnya.
Seperti diketahui, sebelumnya pengaturan tentang upah minimum berdasarkan sektor sebelumnya diatur dalam Pasal 89 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, UU Cipta Kerja melalui Pasal 81 poin 26 menyebutkan penghapusan ketentuan Pasal 89.